Untuk apa kita berhutang?
Hutang apa saja, hutang budi, hutang uang, hutang pulsa, pokoknya segala macam hutang.
Ya, untuk apa ?
Ada orang yang hutang rumah dan mobil untuk keperluan keluarga, lalu orang bilang itu lumrah.
Ada pula orang hutang ke bank untuk modal usaha kecil-kecilan selepas pensiun, itupun orang nilai wajar.
Ibu-ibu, yang miskin hutang ke rentenir untuk membeli susu anaknya yang harganya melambung selepas BBM mahal, sementara yang kaya hutang gesek creditcard ke bank untuk
membeli satu set perhiasan dan tata rias kosmetik berharga jutaan.
Bahkan sampai-sampai negara pun ikut hutang.. konon terlampau banyak malah dan semoga tidak susah untuk dibayarkan tagihan pelunasannya.
Bagiku, terlepas lumrah atau tak lumrah, wajar dan ndak wajar, hutang adalah sesuatu yang memuakkan dan sangat tidak mengenakkan.
Berapapun kecilnya hutang itu tapi yang namanya hutang tetaplah hutang.
Berhutang sama saja menikmati sesuatu yang seharusnya belum saatnya kita nikmati.
Lalu karena belum saatnya, maka kita pun harus membayar banyak hal untuk “proyek percepatan” itu sebagai pelunasan dari hutang yang kita nikmati itu sendiri.
Nenekku yang unik itu pernah bilang bahwa hutang itu membuat hidup kita menjadi lebih hidup.
“Lha kenapa kok gitu?”
“Karena kamu jadi bisa memiliki greget untuk lebih giat bekerja untuk membayar hutang atau kamu akan malu kalau hutang tak terbayarkan.”
Aku hanya geleng-geleng kepala sendiri mendengar penjelasannya.
Betul ia nenekku, tapi tak semua omongan dan pendapatnya kadang betul bagiku dan bagi idealismeku.
Bagiku, terlalu naif untuk menempatkan hutang sebagai pelecut seperti itu meski sialnya memang benar bahwa terkadang kita perlu menstimulasi diri kita dengan lecutan sekejam hutang
hanya demi membuat kita lebih giat dalam berkarya.
Aku sendiri sebenarnya bukan orang yang anti berhutang.
Dalam hal-hal tertentu aku pernah dan sedang memiliki hutang.
Tak banyak memang, tapi seperti yang kubilang di atas, hutang itu tidak masalah sedikit atau banyaknya tapi itu masalah enak dan tidak enak.
Oleh karena itu, sebisa mungkin dalam hal apapun aku menghindari yang namanya hutang.
Seperti contohnya kemarin siang, ketika aku makan di warung Babi Guling khas Bali, Bima Kroda di daerah Nggowok, Yogyakarta.
Setelah usai menyantap aku pun berjalan menuju meja kasir untuk melakukan pembayaran.
“Berapa, Mbak?”
“Nggak pakai lawar merah, pakai tum, babinya lengkap, minumnya aqua… totalnya tiga belas ribu, Mas!”
Lalu saya pun keluarkan satu lembar dua puluh ribuan dan menyerahkan kepadanya.
Ketika ia sedang mengambil kembalian dari dalam lacinya, kuintip layar kalkulatornya dan disana terpampang angka Rp 13.100,00
“Lho Mbak, 13 ribu atau tiga belas ribu seratus tepatnya?”
“Ya tigabelas ribu aja Mas”
“Wah ya ndak bisa gitu tho! Saya harus bayar sisanya seratus rupiah, ya saya bayar”
“Ndak.. ndak usah”
“Yeee, mbaknya! Jangan mbak, nanti perut saya mules malah berabe tho”
Lalu setelah menerima kembalian tujuh ribu daripadanya, akupun mengeluarkan uang koin seratus rupiah dari kantong celana jeansku.
Sementara si mbak masih berujar “Ndak usah, ndak usah!” aku pun meletakkannya di dekat kalkulatornya seraya pergi.
Aku tak mengamati lagi apakah ia menerima itu atau tidak tapi yang jelas, satu hal yang pasti, saya telah membayar secara tuntas dan tunai dari apa yang telah saya makan.
Aku tidak berhutang padanya meski seratus perak saja.
Lho, si mbak dalam ceritamu itu malah yang berhutang padamu. Piye tho? Dia sudah bersiap mengambil kembalian yang Rp7 ribu itu dari laci, kok nggak diserahkan padamu? Ayo ambil!
@DM: Thanks DM! Ceritanya sudah kuperbaiki!
Blog adalah proses, aku berproses dan kamu membimbingnya :)
Thats great! :)
memang nyaman, mas, hidup tanpa hutang. tapi agaknya manusia juga punya keinginan2. jadi, utk memenuhi keinginannya itu, utang pun sering jadi alternatif, haks ….
(nyengir coro…)
kalau hutang janji makan makan?
@Sawali: Betul Pak Guru Sawali… makanya saya pun juga hanya berujar tentang nyaman tidaknya, bukan harus tidaknya kita untuk tidak punya hutang.
Salam kenal, Pak Guru!
@Angga: Ya ditagih aja kalau ada tanda bukti hutang makan-makannya huahuahuahua!
kayanya ada yg punya hutang makan2 tanggal 5 nih ya don… hihihi
eh btw sejak aku memutuskan tdk lagi menggunakan Kredit Card utk urusan apapun sepertinya hidupnya jadi lebih ringan..
aah nikmatnya ga punya hutang dimana2…
ps. gw udh nulis ini yg ke3 kalinya sukur2 masuk dr kemaren server ktr error mulu..
Walah aku hidup dr jualan kredit di bank tempat kubekerja ,bahwasanya orang bisa lebih mudah mewujudkan impian dr berhutang bkn menunggu ngumpul duit,dan si nenek juga benar tu….maybe nenekmu ambil kreditnya di bank tempatku kerja don……