Seseorang pernah mengemukakan satu hal kepadaku. Ia sakit hati pada salah seorang kawan sepelayananku.
Kenapa?
Sok suci banget dia, Don! Mentang-mentang pelayanan trus dia ngatain bahwa aku melakukan satu tindakan dosa. Emang dirinya nggak berdosa?
Sebagai ?jembatan? aku lantas mengkonfirmasi hal tersebut pada kawanku yang dituduh menyakiti hati itu dengan pertanyaan yang sama, ?Kenapa??
?Kenapa? Ya karena menurut gue dia berdosa, Don! Lagipula kan gak salah untuk menegur? Firman Tuhan sendiri mengatakan demikian kok!?
Rupanya kawanku tadi menggunakan firman Tuhan yang ditulis Matius hari ini sebagai justifikasinya.
?Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.? (lih. Matius 18:15)
Persoalan di atas sekilas sederhana tapi menurutku sebenarnya amat rumit dan bisa jadi persoalan nan panjang jika tak ditelaah secara baik.
Bolehkah menegur?
Mari kita mulai dari satu pertanyaan mendasar, ?Ketika ada seorang berbuat salah, bolehkah kita menegurnya??
Bagiku menegur boleh-boleh saja. Dunia tanpa teguran adalah dunia yang liar yang tak pernah bisa dibayangkan seperti apa juntrungannya. Kenapa? Karena semua orang membiarkan kesalahan berlaku begitu saja.
Tapi, apakah syarat menegur itu?
Haruskah kita bebas dari salah dan dosa terlebih dulu untuk menegur sesama kita seperti yang dikeluhkan kawan di atas tadi dengan berkata, ?Emang dirinya nggak berdosa??
Jika syarat menegur adalah kalau kita bebas dari salah dan dosa, sekali lagi, dunia ini akan jadi dunia yang liar. Kok? Yup! Karena bukankah tak ada dari kita yang bisa benar-benar bebas dari salah dan dosa?
Kenapa risih ditegur?
Ditegur itu tak mengenakkan? Tentu! Aku juga paling malas kalau ditegur!
Orang yang tak bisa menerima teguran sama sekali adalah orang yang sangat perlu kita kasihani. Orang-orang seperti ini adalah orang yang tak bisa menyadari kemanusiaannya yang penuh dengan dosa dan salah.
Teguran harusnya jadi masukan dan tinggal bagaimana kita mengolah hal tersebut.
Teguran yang baik, meski pahit, haruslah jadi masukan. Teguran yang tak baik, barangkali lebih pahit, ya muntahkan saja, jangan dimasukkan ke dalam hati. Teguran yang menyakitkan? Gampang! Laporkan polisi! :)
Jadi bagaimana?
Tegurlah orang lain dengan prinsip sebagaimana kamu juga perlu merasa ditegur saat berbuat salah. Tegurlah dengan adab yang baik dan bermartabat seperti yang dikatakan Yesus, empat mata dan bukannya menghakimi di depan publik yang menurunkan martabat.
Masih tak berani menegur karena merasa tak layak dan penuh dosa? Ok lah kalau begitu. Tapi jangan lepas tangan dulu!? Bagaimana kalau kamu mengikuti cara ini; karena kamu merasa masih berdosa ada baiknya kamu tak lagi mengulangi dosa-dosa itu dan sikap pertobatanmu itu bisa jadi teguran yang tak langsung bagi mereka yang belum bertobat di sekelilingmu.
Asik, kan?
Sydney, 23 Agustus 2018
Puji Tuhan,Amin
*SEPULUH PANTUN*
*JOKOWI SEKALI LAGI*
Adian Napitupulu
Jakarta 21 Agustus 2018
————
Jual kakap ke kota Bogor
Paling cepat lewat jagorawi
Kalau mau tangkap koruptor
Sudah tepat pilih Jokowi
Suara serak berbeda paham
Ke kota Ngawi naik kereta
Kalau tolak pelanggar HAM
Pasti Jokowi pilihan kita
Beli busa pergi ke toko
Lihat si Ipin naik sepeda
Kalau bisa pilih yang Joko
Ngapain juga pilih yang duda
Paling asik ke Jimbaran
Bawa batik untuk jualan
Kalo penculik bangun kuburan
Orang baik membangun jalan
Baju batik dari surakarta
Dua detik ke menara pisa
Kalau kritik gunakan data
Kuda Meringkik karena rasa
Otot kawat tulang besi
Ambil godam di dalam laci
Kalau mau mendapat kursi
Adu Program bukan mencaci
Ayam berjalu banteng bertanduk
Badan naik pantat terduduk
Dari pada BOSAN malu tertunduk
Lebih baik melempar handuk
Soto kikil berkuah merah
Mobil carter ke kota kudus
Pilih wakil dengan musyawarah
Bukan barter uang sekardus
Ada lada di campur keju
Hidup kotor mengundang sial
Naik kuda pilihan borju
Naik motor pilihan milenial
Hidup sehat perbanyak tawa
Bunga layu lagu pesinden
Naik pangkat karena mertua
Tukang kayu yang jadi Presiden
???
???