Berani karena benar, takut karena cinta damai?

8 Feb 2019 | Kabar Baik

Yohanes Pembaptis akhirnya dihukum mati oleh Herodes karena berani bersikap terhadap Herodes yang mempersunting Herodias, istri saudaranya, “Tidak halal engkau mengambil isteri saudaramu!” (lih. Markus 6:18)

Yohanes dibunuh karena ia menyuarakan kebenaran. Orang yang mengaku dirinya benar seharusnya memang punya keberanian menyuarakan kebenaran itu. Namun sayangnya, tak semuanya demikian. Malah yang terjadi kerap sebaliknya, orang yang mengaku benar? diam, sementara orang yang salah malah semakin berani.

Nggak mau ribut!

Kawanku yang mengendarai mobil pernah suatu waktu ditabrak dari belakang oleh sepeda motor saat sedang berhenti di traffic light. Alih-alih kawanku yang marah, dia justru dipukuli oleh pengendara motor yang menabraknya!

Ketika kutanya kenapa, alasannya ?klasik?, ?Nggak mau ributlah!?

Padahal, menurutku, berani itu tidak berarti menantang ribut lho meski mungkin karena keberanian yang kita tunjukkan lantas dianggap sebagai biang keributan!

Tiga langkah untuk berani

Berani itu menurutku memuat tiga langkah, memahami posisi, menghitung resiko dan memutuskan aksi.

Orang harus paham dulu apakah posisinya memang benar atau tidak. Orang yang paham akan posisi akan selalu melakukan kontrol apakah ia benar-benar telah benar atau melenceng.

Jika sudah benar, mari menghitung resiko.

Menghitung resko adalah hal yang patut diperhatikan karena besar-kecilnya resiko yang dianalisa akan jadi landasan melakukan aksi. Tak semua orang yang berani ambil resiko adalah orang yang pemberani.

Resiko harus diambil berdasarkan akal dan budi. Yohanes Pembaptis mau mengambil resiko menurutku karena ia tak ingin langkah Herodes memperistri Herodias itu dianggap satu hal yang benar dan lumrah lantas diikuti banyak orang.?

Kawanku yang diam saja ketika ditabrak dan dipukuli itu mungkin terdengar mulia niatannya, ?Gak mau ribut!? Tapi ia barangkali tak sadar bahwa niatannya itu justru membuat orang yang melihat kejadian punya anggapan bahwa asal berani kita bisa dianggap benar!

?Tapi kan nanti kalau kita melawan malah dipukuli!? jawab temanku. Melawan tak harus memukul balik. Melawan bisa dengan mencatat nomer sepeda motornya lalu dilaporkan ke polisi. Itu aalah salah satu wujud keberanian menyuarakan kebenaran tanpa nekad.

Cinta damai

?Tapi nggak usah deh, Don! Kita kan cinta damai!?

Apalagi alasan ini! Tampak sekali egoisnya, kan? Ingin terlihat cinta damai dengan memilih ketakutan saat berada dalam posisi benar adalah sesuatu yang menurutku memalukan!

Lagipula damai itu diusahakan oleh semua pihak yang berpotensi/telah bertikai. Kalau kawanku tadi diam, yang tercipta bukan kedamaian tapi sebuah kondisi terteror yang diciptakannya sendiri karena tidak berani melawan!

Mana ada sih kebenaran yang dilandasi faktor egoisme hanya supaya dianggap cinta damai?

Sydney, 8 Februari 2019

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.