Belajar Memilih

2 Jun 2008 | Cetusan, Indonesia

Pancasila
Satu kerinduan yang mendadak muncul setelah membaca berita ini adalah bahwa aku merindukan kembali sosok Pak Harto memimpin Indonesia.
Lucu memang kedengarannya tapi aku tak mau deny terhadap hal ini, karena pada kenyataanya aku memang merindukannya.

Coba kalau dia masih berkuasa, peristiwa kekerasan di silang Monas itu tentu tidak akan pernah ada. Kalaupun ada, tak sampai 24 jam pasti aparat sudah benar-benar menciduk dan menindak
tegas para perusuh itu, bukan? Meski memang betul, barangkali kalau ia masih berkuasa, peringatan Harlah Pancasila yang jatuh pada 1 Juni itu sendiri juga tidak akan terlalu
digembar-gemborkan, kalah dengan 1 Oktober yang sejak tahun 65 ditandai sebagai hari Kesaktian Pancasila.

Saya sendiri tak mau berkomentar soal siapa dan apa yang terjadi di silang monas sana. Sudah begitu banyak orang berkomentar dan menunjukkan bela rasa.
Saya hanya ingin memberikan perbandingan dan perbandingan saja, tak lebih.

Jadi,
mana yang lebih baik, represif tapi terjaga kondisi dan keadaannya, atau liar tapi semakin seperti di rimba bahwa siapa yang kuat akan menang dan yang kecil akan lenyap ?

Mana pula yang lebih baik, beragama tapi lantas karena terlalu radikal malah jadi bergesekan dengan kepentingan umat lainnya atau
beragama tapi tetap moderat dan justru semakin menghayati nilai-nilai luhur dari dalamnya dan menganggap bahwa agama adalah alat untuk mendekatkan diri pada Empunya Hidup yang
Maha Lemah Lembut dan anti kekerasan itu?

Mana yang lebih baik, menyerbu kampus serta menindak mahasiswa yang protes soal BBM yang notabene ada pada ranah masalah kepentingan rakyat seantero Indonesia atau
menumpas organisasi yang sudah terbukti berulang kali meresahkan masyarakat dan sanggup membuat keadaan konflik antar-umat beragama semakin hamil tua seperti sekarang ini?

Mana yang lebih baik, Pak?
Harusnya tanpa saya yang notabene hanya rakyat jelata ini membuat perbandingan-perbandingan seperti ini, Anda sudah memberikan yang terbaik bagi saya dan kami semua.
Kalau anda baru bisa belajar untuk memilih mana yang lebih baik dari yang terjelek, lebih baik jangan maju lagi untuk dipilih!

Gambar diambil dari sini

Sebarluaskan!

7 Komentar

  1. walah, saya jadi bingung…klo politik itu kejam, apa ndak sebaiknya agama dilarang berpolitik saja, agar agama tidak nampak kejam di mata masyarakat.
    manakah yang lebih kuat, agama atau politik? kok kayaknya, agama malah dilecehkan dihadapan politik itu sendiri.
    (clingak-clinguk nengok kiri kanan)

    Balas
  2. tentu saja jaman pemerintahan saya, ..stabilitas keamanan adalah nomor satu. Para ekstremis agama akan saya sikat, saya gebuk..Saya perintahken Benny Murdani untuk metrus mereka mereka.
    Lihat saja, mana ada ekstrem kanan selama jaman saya..

    Balas
  3. iki pulitik, mas. pulitik. dan pulitik memang kejam.

    Balas
  4. Buat apa punya penguasa kuat, tapi menjalankan kekuasaan dengan semena-mena. Memang, persoalan-persoalan di atas bisa diselesaikan dengan sikap represif, tapi apa artinya bila tatanan negara dikelola oleh kekuasaan yang praktis mementingkan golongan sepihak.
    Lalu bagaimana?
    Itulah ongkosnya, Mas Donny. Ada ongkosnya untuk beralih pada tatanan negara yang civil society. Tidak bisa langsung. Melalui proses, yang isinya salah satunya ya kejadian-kejadian yang Mas paparkan itu. Itu harganya. Nggak ada makan siang gratis kan.

    Balas
  5. sebenarnya saya juga merindukan gaya kepemimpinan Almarhum Pak Soeharto..
    jujur saja… mana ada yang menolak pendapat kalau beliau adalah salah satu Bapak Pembangunan… ya walaupun semua orang memang gak ada yang sempurna…
    memang sih,… beliau meninggalkan legenda KKN yang sampai saat ini sangat sulit dihilangkan

    Balas
  6. #ndorokakung; lebih kejam ibutiri mbah … eh ibukota!!!

    Balas
  7. @Daniel Mahendra:
    Civil society memang bagus dan menjadi seperti pemuliaan terhadap pelaksanaan hak asazi manusia, Bung.
    Akan tetapi, seharusnya ada batas sampai kapan hal tersebut diujicobakan. Kalau harganya terlalu mahal kenapa tidak berpikir untuk menggunakan yang lain saja ?
    Saya sesungguhnya tidak sedang benar-benar ingin kembali ke pasca Soeharto, tapi setidaknya saya berharap ada oase di depan mata saya yang lebih rindang ketimbang yang sekarang, dan ketika menengok ke belakang, oase itu ada di Cendana.
    Sayangnya demikian …

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.