Membahas doa Bapa Kami, yang paling kerap didengungkan barangkali adalah tuntutan Tuhan untuk kita mengampuni kesalahan sesama karena kitapun diampuniNya.
Tapi hari ini mari merenungi bagian lain dari doa yang diajarkan Yesus itu yaitu tentang bagaimana Ia mengajak kita memandang rejeki yang diberikan Tuhan.
Seperti yang ditulis Lukas hari ini Yesus berkata, ?Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya? (bdk Lukas 11:3). Ia tidak mengajarkan kita untuk meminta berlebihan.
Jika kita amati dalam keseharian, salah satu hal yang paling membahayakan dalam hidup ini adalah ketika kita mengalami mati syaraf ketercukupan.
Makan maunya banyak. Nasi sepiring nggak cukup, sate kambing sejinah kurang, tiga sendok gula yang dilarutkan dalam air teh bercampur es rasanya kurang nendang. Tiba-tiba pas periksa dokter, kolesterol, gula dan tekanan darah bagaikan moncong-moncong senapan yang siap menembak kita jatuh. Dor!!!
Hidup pun maunya mewah-mewah. Mobil satu dianggap kurang. Rumah satu pun kurang. Perempuan dijadikan hiasan dan perhiasan pun maunya yang berat-tebal, kinclong nan gemerlap. Tapi apa daya gaji tak cukup, korupsi pun jadi solusi. Sekali berhasil, dua kali ketagihan tiba-tiba pintu digedor petugas KPK, kena OTT masuk penjara!
Kunci untuk mengelola syaraf ketercukupan supaya tetap sehat adalah dengan menyadari apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Ingin punya rumah sendiri, ingin punya mobil ferarri atau tesla, ingin punya gitar baru dan masih banyak lagi. Tapi adakah semua itu adalah kebutuhan kita dan bukan keinginan saja?
Butuh dan perlukah kita pada kepemilikan rumah sendiri kalau saat ini pun kita bisa tidur nyenyak dan punya tumpangan atap untuk berteduh?
Butuh dan perlukah kita untuk punya mobil Tesla dan Ferarri kalau mobil yang selama ini kita pakai pun sudah mampu mengantar kita kesana-kemari?
Butuh dan perlukah kita pada gitar yang baru karena seperti yang istriku selalu bilang, ?Emangnya tanganmu ada berapa kok masih mau beli gitar baru??
Tapi kalau begitu apa berarti kita tak boleh bekerja keras karena yang penting kan cukup? Tentu tidak. Ketika kita masih diberi kemampuan dan kemauan untuk bekerja keras, Tuhan pasti punya maksud tertentu yang bisa saja kita terjemahkan sebagai salah satu usaha dari kita untuk mewujudkan ketercukupan rejeki tersebut.
Dan kalau sudah tercukupi, tetaplah bekerja keras karena siapa tahu hal itu adalah cara Tuhan juga untuk membantu sesama kita yang belum mencapai tahap ketercukupan. Bukankah hidup ini perkara bagaimana mengasihi Tuhan dan sesama seperti yang kutuliskan kemarin di sini?
Sydney, 11 Oktober 2017
0 Komentar