Intensitas pertemuanku dengan Tunggonono, meski kini kami tinggal satu kota, tidaklah setinggi di Jogja dulu.
Dulu, tiap malam aku ketemu karena memang ia bekerja untukku, jadi petugas jaga malam di kantor yang kutempati untuk bermalam juga (makanya kuberi nama tunggonono yang dalam bahasa Indonesia berarti ?Temani/Tunggin?). Di sini, ia sibuk jadi ?petugas jaga malam? pacarnya, seorang bule yang sebutlah bernama Entenana.
Tapi beberapa minggu sebelum Paskah, aku bertemu dengannya di perayaan ekaristi mingguan berbahasa Indonesia di Gereja St Joseph, Newtown, NSW!
Setahuku Tunggonono memang Katolik.
Dulu ia sering bercerita bagaimana getolnya berorganisasi dalam wadah mudika paroki desanya. Tapi setelah punya pacar beda agama, ia jadi nggak pernah ke gereja. Sama seperti trend sekarang lah, pemuda gereja dapat pacar yang non-katholik lalu Tunggonono pun sempat berpikir untuk pindah agama sesuai agama pacarnya; sesuatu yang hanya kusenyumi kecut dan kutinggalkan ia begitu saja saat ia bercerita dulu dan sejak saat itu ia tak pernah bercerita tentang agama lagi.
Jadi, pertemuanku dengannya di gereja tempo hari benar-benar membuatku terpana.
?Loh Nggon? ke gereja? Masih Katholik tho kamu?!? aku berpapasan dengannya waktu kami hendak sama-sama mengambil komuni ke muka altar.
?Halo Bos! Kaget to sampeyan hehehehe!? ujarnya berbisik, Entenana mengikutinya di belakang.
Setelah perayaan, aku menemui Tunggonono di halaman gereja.
?Kok saiki kowe kenal gereja, Nggon?? tanyaku menggoda.??Heheheheh alah si Bos? lha kemarin dikasih tahu teman katanya kalau ke gereja sini makanannya enak-enak? khas Indonesia!?
Blarrrrrr!!!!
Tunggonono belum berubah ternyata, Saudara-saudara!
Gaya bicatanya masih glenyengan, diksinya sepertinya hanya guyonan biasa, tapi di akhir sebelum sampai tanda titik, ia menukik tajam, menohok dan seolah menusuk kita dengan pesannya!
Eh tapi kalian jangan percaya apa yang diucapkan Tunggonono, atau kalau kalian percaya bahwa ada orang-orang Indonesia yang datang ke perayaan berbahasa Indonesia hanya untuk mengincar makanan yang dijual/dibagikan setelah misa, percayalah hanya ada satu orang yaitu Tunggonono sendiri!
Nyatanya, orang-orang katolik Indonesia di sini adalah orang-orang yang saleh, agamis? suci. Semoga kalian percaya?
Mungkin kalian jadi bertanya, ?Wow, di Australia ada perayaan ibadat berbahasa Indonesia??
Ada! Banyak!
Sebagai bangsa yang ber-Pancasila dan gemar beragama, orang-orang Indonesia di Australia pun tak bisa lepas dari kegiatan berkoloni dengan rekan sebangsannya pada hari-hari perayaan keagamaan untuk berdoa bersama.
Aku adalah salah satu contohnya. Karena aku katolik dan Indonesia, CIC, Catholic Indonesia Community adalah wadah yang menyenangkan karena selain bisa berkumpul dengan sesama orang Indonesia dan berdoa? apalagi kalau makanannya yang enak-enak itu hehehe!
CIC memiliki anggota yang lumayan banyak, susah ngitungnya. Komunitas yang embrionya sudah ada sejak akhir 70an ini mendapat restu dari keuskupan setempat.
Selain mengadakan misa mingguan di gereja tempatku bertemu dengan Tunggonono, St Joseph?s Church Newtown, CIC juga mengadakan banyak perayaan ekaristi di gereja-gereja lainnya.
Di kawasan timur kota Sydney, Kensington, tepatnya di gereja Our Lady of The Rosary Church, perayaan berbahasa Indonesia diadakan setiap hari minggu jam 3:30 sore juga pada setiap hari Jumat pertama tiap bulanny jam 7 malam.
Di Campbelltown yang letaknya 58 kilometer dari Sydney, CIC juga mengadakan misa pada tiap hari minggu II jam 6 sore bertempat di Mary Mother of the Church.
St Peter Julian Church yang berada di kawasan chinatown, kota Sydney, pada tiap sabtu pertama dan ketiga jam 2:15 sore juga diadakan perayaan berbahasa Indonesia.
Di Our Lady of Dolours Church di Chatswood, sekitar 15 kilometer timur laut Sydney, pada setiap minggu III jam tujuh sore.
Dan yang terakhir, di gereja tempat aku ber-pelayanan, St Agatha?s Penant Hills, perayaan berbahasa Indonesia diadakan pada hari sabtu minggu ke IV/V jam 7:30 malam.
Wow, kan?! Nggak nyangka, kan?!
Tunggu dulu, itu belum seberapa!?Komunitas-komunitas bina iman pendukung seperti persekutuan doa, kelompok pendalaman kitab suci dan lain sebagainya juga merebak baik yang berafiliasi dengan CIC ataupun yang berdiri sendiri dan mereka menggunakan Bahasa Indonesia juga! Rata-rata kegiatan diadakan pada hari Sabtu atau Minggu dan ada beberapa yang diadakan pada jumat malam.
Jadi, kalau ada yang mau benar-benar niat dan minat, mengikuti acara-acara yang diadakan oleh komunitas CIC itu sudah cukup ?membawa? Indonesia di sini!
Nah, itu baru Katholik, belum agama-agama lainnya. Bagi saudara muslim misalnya, di daerah Campbelltown kudengar juga ada pengajian khusus orang-orang Indonesia. Gereja-gereja protestan dari berbagai macam denominasi berbahasa Indonesia juga banyak betul dan bahkan jauh lebih banyak dari kegiatan serta sub-komunitas yang bernaung di bawah CIC.
Menyenangkan, bukan?
Jadi kalau kalian sepakat pindah ke Australia, jangan takut kehilangan kebiasaan untuk?makan makanan enak khas Indonesia dan mengikuti kegiatan beragama? Semuanya ada.
Hahaha…jawaban Tunggonono blas.
Kemanapun pergi ternyata bangsa Indonesia masih tetap gairah beribadah.