Bahasa Jawa, Klangenan Masa Mendatang

8 Jul 2008 | Cetusan

Donny Verdian - 1992
Kenapa kamu berbahasa Indonesia?
Kenapa kamu berbahasa Jawa?
Dan kenapa pula kamu berbahasa Inggris?

Aku berhitung dan menggumam menggunakan bahasa Jawa meski kebanyakan berbicara dalam bahasa Indonesia.
Aku menulis dalam bahasa Indonesia pula, meski aku sedang belajar mempelancar bahasa Inggris.

Pada saat membesarkanku dulu, kedua orang tuaku menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar.
Lain halnya dengan Ciprut, adikku, sejak kecil ia dibiasakan menggunakan bahasa Indonesia.

Alhasil, entah pula ini hasil atau bukan, kemampuan berbahasa Jawaku jauh lebih baik ketimbang Ciprut meski ia juga lebih unggul dan luwes untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam
berbincang dengan semua anggota keluarga. Boleh dibilang sebagai kesimpulan, garis penurunan bahasa Jawa sebagai bahasa pergaulan dalam keluargaku, hanya berbuah satu padaku
sementara berbuah satu pula untuk Bahasa Indonesia melalui Ciprut.

Lalu bagaimana dengan anak-anak kami kelak?
Anakku, anaknya Ciprut yang otomatis adalah cucu dari kedua orang tuaku?
Anak-anakku, jika diberikan Tuhan nantinya jelas akan berbahasa Inggris sebagai bahasa sehari-harinya untuk berbicara dengan teman-temannya yang kebanyakan adalah bule atau kalau tidak ya
anak Asia yang migrasi ke Australia. Kalaupun ada kesempatan untuk mengadakan inflitrasi ke dalam otaknya ya paling hanya bahasa Indonesia.

Itupun tak tahu seperti apa nanti hasilnya, mungkin patah-patah seperti Cinta Laura yang selebritas itu ?
Sangat jauh untuk berpikir bahwa nanti aku akan bisa mengenalkan bahasa Jawa kepadanya karena selain situasi lingkungan yang bukan Jawa di san, ibunya pun tak bisa berbahasa Jawa secara
aktif, kecuali kalau pada saat besar nanti dengan sendirinya ia tertarik mempelajari bahasa asal dari ayahnya, ya siapa tahu …

Anaknya Ciprut, jika ia jadi dengan pacarnya yang sekarang yang Cina luar Jawa itu (hehehe) sudah barang tentu lebih tak mampu lagi berbahasa Jawa karena baik ayah maupun ibunya bukan
dari keluarga yang mendidik mereka secara personal dengan Bahasa Jawa. Mereka pasti membesarkan anaknya dalam bahasa Indonesia.

Makanya, terus terang terlalu berlebihan untuk memimpikan anakku dan keponakanku nantinya berbicara masing-masing dalam bahasa Jawa.
Dalam satu bahasa yang sama pun aku tak yakin bisa, ya sebisa-bisanya pasti patah-patah itu tadi, dan tidak menimbulkan kenyamanan dalam berkomunikasi antar-mereka.

Aku sendiri belum berpikir bagaimana pula nanti anakku seandainya berbicara dengan kakek neneknya di sini.
Orang tuaku berbahasa Inggris sangat pasif, sementara nanti anakku juga bakalan mendengar bahasa Indonesia dari kedua orang tuanya saja.
Haruskah mereka berbicara dengan bahasa morse? Bahasa gorila?
Atau haruskah selalu melibatkan aku dan istriku untuk mentranslasi percakapan antar mereka?

Ah! Aku kok jadi tak sabar lagi untuk melihat dan merasakan semua itu terjadi meski kutahu bahwa otomatis
aku akan sangat merasakan betapa bahasa Jawa semakin ternafikan dan barangkali hanya bisa dipandang sebagai sebuah kenangan dan klangenan terhadap masa yang telah lalu…
Sepertinya ini bukan sesuatu yang berlebihan.

Sebarluaskan!

16 Komentar

  1. Jadinya ntar kayak gue gitu dong Don. Nyokap Cina Semarang, bokap Cina Senen.. anaknya ya jadi kayak gue gini. Cina yang bungkusnya doang, bahasa Indo juga acak kadut grammarnya (“secara….”), bahasa Inggris yaaa ok lah sukur2 pada ngerti yang dengerin, dan biar gue bisa bahasa Jawa pasif (tapi khusus Jawa non-alus yah, secara kalo di Jogja gue plonga-plongo juga gituh) tapi tetep aja pasti ada yang terbahak2 kalo denger gue ngomong Jawa. Nah loh. Jadi gimana dong?
    Slamet yeeee ntar anak lu jadi kayak gue yang gak jelas berbahasa apa bisanya wahahahahaha :P
    ps: wanjroooott fotonyaaaa AHUAHAHAHAHAHA

    Balas
  2. lho, justru asyik dong mas, dari kecil bisa diajarkan dua bahasa, atau tiga malah. Biasanya kalau dari kecil sudah bisa lebih dari 2 bahasa, jadi lebih gampang belajar bahasa lain. Saya malah sudah berniat ajarkan minimal dua bahasa dari kecil (jika seandainya dikasih anugrah anak) :)

    Balas
  3. helppp…helppp…toloong…. call nine wan wan… toloong… ada penampakaaannn…..

    Balas
  4. gw sampe ga sanggup baca don… sumpaah… lu telpon gw aja deh buat bacain…. gw ga tega ngeliatnya…huahahahahaha

    Balas
  5. bahasa gorila..? jadi bapaknya ? huahahuahuauu

    Balas
  6. @DM: loh kok pake nanya… ya pake bahasa gorila dong dan… belom jelas emangnya…hihihihi

    Balas
  7. budayakan bahasa jawa don! kampung jawa selalu menang, hidup slemania!!!!

    Balas
  8. Mas DV, mbok cobi sekali-sekali nyerat wonten blog ngagem basa Jawi.. to show how jawir are you.. hayo, berani terima tantangan?..hehehe…

    Balas
  9. @Windy: Rubish!!!! :)
    @DM: Aku berpikir menggunakan bahasa yang sedang cocok untuk digunakan, tergantung…
    @Momon: Thanks :)
    @Yulia: Iya Mbak, memang begitu, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, bukan Bahasa Jawa :)
    @Remon: Kowe jowo ? HUahuahuahua :)

    Balas
  10. Mas Donny dah dapet/apply PR?

    Balas
  11. bukan hanya bahasa jawa saja rasanya. Saya dari Bali, merasakan bahasa balipun memiliki nasib yang hampir sama. Setelah pindah ke Bandung, ternyata bahasa sunda ga kalah tragisnya. Rasanya bukan hanya bahasa Jawa, tapi juga semua bahasa daerah yang ada dipelosok dunia akan mengalami nasib yang sama.
    Beginilah akibat dari globalisasi. Akan terjadi penyatuan budaya termasuk bahasa.
    salam

    Balas
  12. @Tanti: Mbak, perkaranipun sanes wantun punapa ajrih :)
    Tapi masalahnya, kalau saya nulis berbahasa Jawa nanti harga saham dunia turun dan harga sweat oil pasaran dunia bisa loncat sampai 200 USD :)

    Balas
  13. @donnie: damput aku jowo yo!!!! bapakku aseli dhusun ngawen:p

    Balas
  14. Saya kelahiran Brebes Jawa-Tengah.Saya belajar Bahasa Jawa halus di pesantren, karena semua kitab yang berbahasa Arab diartikan, dijelaskan, dipahamkan, dan dihafalkan juga dalam bahasa Jawa halus. Saya merasa ada pergantian pola pikir, termasuk bahasa mimpi saya ke dalam Bahasa Indonesia setelah sekian lama hidup di Jakarta. Karena mungkin 2 sampai lima tahun pertama hidup di Jakarta saya masih menghitung, berpikir, dan mimpi dalam bahasa jawa. Sekarang sudah ganti menjadi Bahasa Indonesia.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.