Pada kesempatan-kesempatan tertentu saat kami ingin santai sejenak dan pekerjaan kantor juga sedang tidak terlalu sibuk, Joyce sering mengajakku meluangkan barang 30 – 60 menit untuk sarapan pagi di salah satu kedai kopi kesukaan kami.
Dan pagi tadi adalah salah satunya.
Setelah mengantar Kakak (Odilia, anak pertamaku) ke sekolah, kami mampir ke kedai kopi itu untuk sarapan.
Seperti biasa, aku dan Joyce memesan menu Big Brekkie, sebuah menu ?sarapan besar? ala Australia berisi dua telor ceplok setengah matang (bisa juga dipesan dalam bentuk omlet), dua sosis babi, dua lembar irisan daging babi (bacon), beberapa potong jamur serta dua iris roti tawar gandum serta ditemani secangkir besar kopi susu kesukaanku.
Begitu pesanan kubayar di kasir, barulah aku sadar bahwa aku sudah terlanjur janji untuk tidak makan babi di masa Pra Paskah ini sebagai wujud pantangku.
Waduh, gimana ini?
Aku terlanjur pesan, terlanjur lapar dan terlanjur membayangkan akan makan babi dan babi dan babi!
Aku lantas tawar-menawar dengan Tuhan, tak jauh dari meja kasir sambil nunggu pesanan jadi.
Tuhan? Ini makanan sudah terlanjur kupesan, kalau nggak kumakan dan kubuang sayang, tapi aku tahu aku sudah terlanjur janji untuk tidak mengkonsumsi babi selama masa Pra Paskah. Gimana ya?
Dan seperti biasa, tak satupun terdengar suara Tuhan berbicara?
Ok, let?s put it this way! Bagaimana kalau aku makan babi pagi ini dan besok jumat kubayar lunas hutangku dengan puasa penuh sehari-harian?
Ia tetap tak menjawab? Atau mungkin menjawab tapi frekuensinya tak terjangkau.
Pesanan jadi dan aku beringsut kembali ke meja membawa nampan besar. Bau semerbak babi meruam hingga terasa di ujung bulu-bulu hidungku.
?Aduh, Hon!? bukaku kepada Joyce.
?Kenapa??
?Aku tadi lupa pesan babi? kan aku pantang?!? Ia tertawa dan tawanya memang sudah kuprediksikan.
?Makanya pantangnya jangan pantang babi! Pantang tuh pantang buka Facebook sebulan penuh! Pasti kamu ga bisa kan?? sergahnya. Joyce memang pantang tidak mengakses Facebook dalam masa ini.
Aku diam saja.
?Wah gimana ya?? Aku mengernyitkan dahi dan mengajukan pertanyaan seolah memerlukan penegasan dan berharap ia bilang Ya udah nggak papa.. makan aja.
Tapi alih-alih demikian, Joyce menjawab dengan satu hal yang tak kuduga sebelumnya, ?Ya, ambil dan buang babinya…kalau berani!?
DORRRRRR! Ini tantangan berat, amat berat. Seekor babi sudah mengorbankan nyawanya untuk kunikmati dagingnya dan aku harus menolaknya begitu saja? Sebegitu sia-siakah hidupnya? Mana bisa aku kuasa menolak? Oh noooo!
Sejenak, dua jenak aku berpikir hendak benar-benar menyantap daging babi itu tapi tiba-tiba aku berkeputusan lain.
Kuambil selembar tissue, kubuka dan kuletakkan satu-per?satu daging babi baik yang berupa sosis maupun bacon, kubungkus lalu kubuang ke tempat sampah.
?OK, kubuang!? aku tersenyum ke arah Joyce.
Ia manggut-manggut. ?Tumben?.?
?O well…He died for me anyway?.? imbuhku.
Ya!
Keputusanku untuk akhirnya membuang daging babi itu muncul setelah tiba-tiba aku menyadari dua ribu tahun silam Ia memilih mati demiku padahal Ia bisa memilih untuk tak seperti itu. Lalu kenapa aku tak bisa hanya sekadar mengorbankan kenikmatan daging babi dalam masa Pra Paskah seperti ini?
? dan satu ujian berat terlewati pagi itu?
Hal terkuat yang kupelajari dari pengalaman ini adalah, memang betul butuh satu tekad untuk menyatakan pantang tidak makan hal yang kita gemari, kita sukai.
Tapi sekuat apapun tekad itu, akan lebih sulit untuk mempertahankannya ketika suatu saat kita lupa lantas memesan makanan lalu ketika kenikmatannya sudah terbayang di benak yang sukses menyelinap karena ruam bau dan penampilannya yang tertangkap mata lalu sesaat hendak melahap? kamu ingat kamu sedang berpuasa!
Selayaknya sembilan per sepuluh jiwamu sudah merasakan nikmatnya daging babi tapi sepersepuluh bagian lainnya menolak!
Sepulang dari kedai kopi itu aku tetap merasa lapar dan seolah ada yang kurang dari sarapan tadi. Tapi memang sejatinya dalam hidup ini kita harus berlatih untuk berkekurangan supaya Ia melebihkan, kan?
Credit photo:?resiliencefitness.com
BAHAHAHAHAHAHAHHA~
*wes mung pengen komen kui tok* =)))))
GREAT! lulus melewati tahap godaan batu diubah mwnjadi roti
Thanks :)