Ayo dolan rame-rame ke FKY!

21 Agu 2014 | Cetusan

blog_fky_top

Hari-hari ini, setiap mendengar kata ‘Jogja’, ada dua hal yang muncul terpicu dari dalam benak…

Pertama adalah aksi teatrikal Dodok, warga Kampung Miliran Jogja di depan Fave Hotel, Jogja.

Dalam aksinya, ia mandi dan menggosok gigi menggunakan seember pasir; sebuah sindiran halus nan menohok karena konon sumur warga sekitar Kampung Miliran menyusut bahkan mengering setelah banyak air tanah diduga disedot oleh pihak hotel untuk keperluan operasional sehari-hari.

blog_fky_01 blog_fky_02 blog_fky_03

Jika hal ini memang benar demikian maka isu terbesar penduduk kota Jogja bukan lagi terletak pada nyaman-tidaknyamannya kota itu, tapi lebih pada terancamnya sebuah tatanan hidup karena kebutuhan air tanah teringsek terkait pembangunan yang gila-gilaan akhir-akhir ini.

Kedua, apalagi kalau bukan soal gelaran Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) ke-26.

Tahun ini, FKY diadakan sejak kemarin, 20 Agustus hingga 9 September 2014 dan dipusatkan di Plasa Pasar Ngasem, sisi barat Siti Hinggil Kraton Jogja.

Acara ini mengusung tagline unik, ?Dodolan Rame-rame? yang bisa memiliki dua makna ganda.

Pertama, ‘Dodolan Rame-rame’ yang dalam bahasa Jawa berarti berjualan rame-rame karena memang dalam acara FKY akan ada interaksi ekonomi di dalamnya sedangkan makna kedua adalah ‘Do dolan rame-rame

Do dolan‘ dalam bahasa jawa berarti ‘bermain/plesir/bepergian’. Luasnya lingkup pelaksanaan acara yang tak hanya diadakan di daerah Ngasem saja tapi juga menyebar ke penjuru DIY yang terdiri dari empat kabupaten (Sleman, Bantul, Gunung Kidul dan Kulon Progo) serta satu kotamadya yaitu Yogyakarta.

Tak hanya tagline, simbol yang digunakan dalam logo FKY kali ini pun istimewa karena mengangkat gulali, penganan yang karena saking kemrungsungnya jaman berlalu maka kita harus menyebutnya sebagai penganan masa silam.

Orang mencari gulali sekarang seperti orang menemukan Bapak Pucung (nah kalian nggak ngerti kan apa Bapak Pucung itu!?) yaitu sama-sama susahnya.

Bapak pucung hilang karena harus menyingkir dari perkotaan karena semakin teringkusnya keasrian alam, sedang gulali juga kian terpinggirkan karena banyaknya permen-permen kemasan modern yang membanjiri setiap outlet-outlet yang bisa dijangkau masyarakat.

Selain untuk ?mengingatkan’, gulali menurut panitia FKY juga memiliki warna-warni nan dinamis sedinamis acara-acara yang akan diselenggarakan dalam FKY kali ini. (Menurut informasi, acara-acara kesenian yang diselenggarakan tak melulu pada aliran-aliran seni ?adiluhung’ khas Jogja seperti wayang dan tari saja tapi juga seni modern, pop kreatif yang diterjemahkan oleh para seniman Jogja dengan ke-khas-annya tentu saja).

Lalu yang terakhir, soal gulali, FKY menilai bahwa meski hanya ?penganan’, gulali adalah sesuatu yang disuguhkan melalui proses karya oleh penjualnya.

Aku ingat waktu masih SD, hal yang paling kusuka ketika membeli gulali adalah bagaimana Pak penjualnya membuat aneka macam bentuk dari gulali setelah proses pemanasan selesai. Ada yang bentuknya trompet, wayang hingga balon yang dalam pembuatannya benar-benar ditiup.

Mereka menggunakan tangan untuk merangkainya sehingga setiap gulali yang terjual memiliki kekhasan sendiri-sendiri (Eits, nggak usah ?nyamber’ dengan pertanyaan, ?Loe tau nggak Don gimana kalau pak penjual kebelet pipis saat sedang berjualan? Di bawah pohon kan pipisnya? Nggak cuci tangan, kan? Langsung pegang gulali yang lalu kamu makan, kan?)

Bagiku, meski ini lebih ke model gothak-gathuk mathuk ala Jogja, aku melihat ada benang merah antara aksi yang dilakukan Dodok dan ?aksi’ yang dilakukan para pekerja seni di FKY.

Dua-duanya sama-sama memrotes dan menertawakan modernisasi yang datang terlalu kemrungsung nan kesusu di Jogja.

Bukan protes keras dan demo ala Jakarta atau kota-kota industri lainnya. Tapi demo yang halus, artistik, agung dan ketika melakukannya kita tak perlu tarik urat karena kita tetap bisa bersenang-senang!

Jadi piye? Hire, Dab?
Wes siyap kabeh ta?

Ayo dolan rame-rame ke FKY!
Simak jadwal acaranya di InfoFKY.com atau laporan pandangan matanya di laman Jogja Diaspora?dan pastikan kamu nggak terlambat sampai di tempat acara karena biangnya macet kan bukan cuma Jakarta saja karena Jogja sudah mulai ketularan!?

Ssstttt? mau tahu lebih dalam soal FKY, berapa duit yang diperlukan untuk membuat acara semegah dan semeriah FKY? Nantikan tulisanku selanjutnya hari Senin mendatang karena aku akan menampilkan hasil wawancaraku dengan Ari ?Wulu’, kawan lamaku di SMA Kolese De Britto Jogja dulu yang sekarang jadi Ketua II FKY ke-26.

Don’t miss it!

Sebarluaskan!

7 Komentar

  1. Dari tulisan semacam ini kelihatan kalau hatimu masih di Jogja, Don… :)

    Balas
    • Hatiku ada dimana-mana, Kris :) Jogja tentu saja, salah satunya! :)

      Balas
  2. Bapak pucung yg dudu watu dudu gunung itu ya? Apa sih bapak pucung, mas?

    Balas
    • Googling kan bisa? Dicari di sana kan pasti ketemu…

      Balas
  3. Saya suka logonya. Gulali! :D

    Balas
    • Yoi… nyenengke ya :) Taon depan moga2 garengpung :)

      Balas
  4. WHOAAAAAAAAAAA…SUPERB !!!!! tur suwunnnnnn masss…. *peluk*

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.