Hal yang paling kuhindari untuk kukatakan ketika Odilia, anakku, minta dibelikan sesuatu namun harganya tak terjangkau oleh kantungku adalah, “Jangan! Mahal!”
Lebih baik bagiku untuk bilang, “Not now, Odilia! Kita beli nanti, papa dan mama nabung dulu!”
Kenapa? Karena bagiku tak ada yang kemahalan bagi anak. Anak adalah segalanya dan tugasku untuk memberi yang terbaik kepadanya.
Namun ini tentu bukan berarti bahwa aku harus memberikan semua yang ia minta karena pada kenyataannya, sepanjang hidup, apakah kita mampu mendapatkan semua keinginan kita?
Hal yang terbaik, menurutku adalah bagaimana untuk memberi pengertian kepadanya bahwa raihlah apa yang harus diraih sesuai porsi kekuatan kita, jangan membatasi diri dengan batasan-batasan yang kita ketahui karena sejatinya tak seujung kuku pun kita tahu terhadap batasan itu sendiri!
Pikiran di atas muncul sesaat setelah minggu lalu aku berbincang dengan seorang ibu sebayaku yang kutahu berada di posisi ekonomi yang sangat baik. Aku memberinya informasi untuk mengajak anaknya datang ke suatu festival di sini dengan harga tiket masuk yang memang tak terlalu murah, tapi toh harganya tak lebih dari ongkos lima kali minum kopi.
…jangan membatasi diri dengan batasan-batasan yang kita ketahui karena sejatinya tak seujung kuku pun kita tahu terhadap batasan itu sendiri!
Tapi alangkah kagetnya ketika aku dengar alasannya untuk tak membawa anak-anaknya ke sana, “Ah nggak ah! Mahal!”
Aku merasa prihatin pada anak-anaknya, dan membandingkannya dengan Odilia, bolehlah aku bangga dan bersyukur untuk kebahagiaannya. Sekali lagi, ini bukan perkara mahal/murahnya, tapi perkara mentalitas untuk memberikan yang terbaik bagi anak.
* * *
Suatu waktu, tak lama sebelum ini, di Twitter aku pernah bercerita betapa merdekanya hidup di sini salah satunya karena tak ada teror untuk seorang Ibu yang karena satu alasan tertentu tak bisa memberikan ASI ekslusif untuk anaknya.
Sementara di ‘negeri seberang lautan’ sana, ada berapa ribu bahkan ratus ribu ‘ibu-ibu’ dan aktivis yang sangat hobi menganjurkan, mendesak serta (kalau yang didesak melawan) mengintimidasi ibu lain yang tak bisa memberikan ASI ekslusif dengan alasan apapun.
“Ayo, kamu kan ngelahirin bulan depan! Anakmu harus diberi ASI. HARUS! H-A-R-U-S!!!”
Atau mau yang lebih ‘heboh’ lagi, “Jangan dikasi Sufor itu ratjoennn!!” dan yang terheboh adalah, “Anakmu bukan anak sapi kan? So jangan dikasi susu sapi!” punya hak apa dia untuk memberi stigma seperti itu terhadap anak orang lain?
* * *
Pada sebuah jejaring sosial media, salah satu ibu yang kutengarai adalah penggalak ASI ekslusif (yang memang keliatannya galak banget kalau sudah ditantang adu debat kenapa kamu maksa orang untuk kasi ASI) mengunggah fotonya sedang ‘gaul’ dengan barangkali sesama ibu mudanya di sebuah kafe. Di sela jari-jemarinya tergamit rokok menyala dan di mejanya beberapa bungkus rokok tersebar.
Aku hanya mampu menggeleng-gelengkan kepala melihatnya.
Si ibu ini pandai sekali untuk bicara soal ASI ekslusif, tapi entah ia lupa atau pura-pura lupa bahwa dalam rokok yang dihisapnya, berapa puluh jenis racun kimiawi yang mampu menghancurkan tubuhnya?
Oh, maaf, kalau ia mungkin tak peduli pada tubuhnya… lalu bagaimana dengan anak-anaknya??Bagaimana kalau ia atau suaminya merokok di hadapan anak-anaknya dan membiarkan paru-paru mungilnya ikut menghirup udara racun dari rokok tadi?
Lebih ‘obvious’ mana dari sisi bahayanya? Rokok atau tanpa ASI ekslusif?
“Ah, mungkin ia merokok hanya di depan teman-temannya, Don?”?Entahlah. Aku tak ingin dan tak niat pula bertanya. Sekaliku bertanya kepadanya, lalu apa bedanya aku dengan mereka?
nek aku sih sak madya dan ga terlalu idelis don… selama aku mampu dan bisa memberi asi, ya aku beri.. nek pas lg ga bisa beri, atau harus aku titipkan ke eyang atau penitipan anak, aku ga maksain untuk memberi asi..
lah sekarang kalau mau memberi asi, ya ibunya harus sehat dulu.. percuma memberi asi tapi asupan gizi nya zero krn ibunya gaya hidupnya ga sehat..
ini menurutku loh…
Sip… semua memang harus dikembalikan pada keseimbangan ya…
Oh my…
Ternyata ada ya penggiat ASI malah ngerokok kek gitu? Hmmm sama aja boong.
Untungnya aku dibesarkan di keluarga yang tidak merokok.
Dan aku juga bangga dibesarkan dengan tanpa kemewahan, tanpa segala mauku dituruti. Dan kini aku besar dengan tanpa kemenyek, hahahahahahasemogakugaksalahahahahaha.
nek menurut saya ya om, kalau memang ASI si ibu keluar dan bisa diberikan lebih baik dikasih ASI secara eksklusif. kalau emang si ibu nggak bisa ngasih ya kasih susu sapi eksklusif XD
diuneke anak sapi ha yo ben. prek saja. hihihihi
ASI eklusif itu baik sekali bagi bayi. Tetapi tdk semua Ibu mampu memberi ASI..
Merokok itu buruk bagi tubuh org lain. Tetapi tdk semua merokok itu buruk pada tubuh org lain
Aku ngasih ASI eksklusif buat anakku tp unfollow akun2 penggiat ASI itu. Gila, ga tahan ama aura intimidasinya ke ibu2 yang nanya ke mereka soal ASI/sufor. Suka sakpenake dhewe asal jeplak. Setelah unfollow, timelineku kembali damai *halah*
curhat ibu-ibu muda ki hihihihi *dikeplak*
Setujuuuu banget sama kakdon kali ini. Hati2.. kalo anak gak mau jadi tukang bully, ibunya juga jangan ngebully perkara ASI/tidak. Dan aku selalu berpikir: “seburuk-buruknya susu, tetep itu susu. Dan sebaik-baiknya rokok, tetep itu rokok”. Sekian dan gak terima sama pembullyan ibu2 penggalak asi. – titiw yg belum punya anak tp gemes bgt sama emak2 gerwani asi.
Tosss!
hihihi gerah ni ye..
emang para penggalak asi ituh suka heboh sendiri sih yah.. aldo asi, ga tau ada hub.nya ataw tidak sih, tp emang klo diliat dr kesehatannya sih ok bgt.. tp who knows yah? tiap anak khan beda..
tp yah I wont nyinyir ke org yg anaknya tidak asi, ngapain? none of my business.. apalagi klo ampe dah nyinyir eh malah dia yg ngerusak sendiri.. du to the dul itu sih.. :D
tapi ada juga lho orang yang nyinyirin ibu-ibu yang kasi ASI eksklusif. aku dulu sering dikatain pelit, gagara ga kasi sufor ke Java. waktu itu ASI ku emang masih lancar jaya. bahkan ada yang bilang “Mba, Yessi..sekarang banyak susu bayi yang murah kok” helowww…gw ngga kasi sufor bukan karena nggak mampu atau pelit kali, tapi karena ASI masih cukup.
Lah saiki..ASI ku kan udah menurun drastis, yo lanjut sufor wae. Pilih sufor yang cocok dan disukai Java. Pengen e sih ASI eksklusif sampe 1tahun, tapi ternyata ga bisa. Yo piye meneh, mosok mau memaksakan diri? Daripada Java kurang susu yo tak kei sufor wae :)
Intine ki jangan memaksakan diri, sak isone wae. Sing penting wiz usaha. Ya to? :)
Sebagai seorang Ibu, ASI wajib bagi anakku dan bersyukur meskipun hanya 1.5 th “sikecil tdk mau lagi” serta berlanjut dengan susu formula.
Seorang IBU berperan penting dalam perkembangan anak, obat ataukah racun yang nantinya diberikan keseorang anak. “Racun” bukan hanya asap rokok yang sudah jelas terlihat, bahkan pemikiran kotor / negatif yg dibawa Ibu pun adalah racun bagi perkembangan anak.
Orang tua dahulu selalu mengajarkan ke kami yaitu “Ora apik nyekokin si tole karo racun, cekokin karo obat”.
Putri saya minum ASI sampai dengan umur 2 tahun, kebetulan pula dia tidak suka susu formula bahkan setelah saya mencoba hampir semua merk susu yang ada disini.
Soal rokok, saya sendiri beberapa kali merokok. Paling2 sebulan 1 batang dan selama ini belum pernah merokok di depan anak/istri.
Tapi kalau ada orang lain merokok di dekat anak saya, saya biasanya secara halus menjauh dari mereka.
Ini aku komentar berdasarkan pengalamanku menyusui (anak-anak) di Indonesia dan di Aussie, ya.
Tentang kampanye ASI, menurutku di Aussie dan Indonesia kondisinya beda. Di Aussie, sdh ada peraturan yg tegas utk tdk mengiklankan susu formula utk anak di bawah 1 thn. Rumah sakit dan petugas kesehatan jg TIDAK menjual atau mengiklankan susu formula. Di RS, yg negri dan gratis sekalipun ada dukungan utk menyusui dengan ASI sejak bayi lahir, bahkan ada perawat yg bersedia datang ke rumah utk memberikan kursus ASI secara gratis.
Sementara di Indonesia, iklan susu formula bebas bertebaran di mana2, rumah sakit dan dokter ‘jualan’ susu formula, bayi lahir diberi susu formula tanpa izin ibunya. memang perlu ada kampanye utk kembali ke ASI utk melawan pendapat bahwa susu formula lebih bagus dari ASI dan PERLU diberikan. cuma menurutku kalau mau galak, mestinya aktifis ASI galaknya ke pemerintah dan instansi kesehatan yg tdk punya itikad baik utk melindungi masyarakat memperoleh informasi yg benar. Galaknya bukan ke Ibu yg bisa jadi cuma korban iklan atau terpengaruh gaya hidup teman.
Aku jelas pendukung ASI.
But I also think Babies and Smokes don’t mix.
Kalo soal aturan dilarang keras mengiklankan atau menjual susu formula aku tak tahu tapi setahuku dan singetku dulu pas anak pertamaku lahir mereka sediain formula sebagai pilihan kalau memang ASI nggak keluar.
Tadi aku iseng2 buka di sini: http://www.chw.edu.au/parents/stay/parent_handbook.pdf kurang relevan sih, tapi kalo refer ke halaman 46, rumah sakit itu nyediain susu formula juga.
Aku tak pernah tak berpihak pada ASI kok dan anak pertamaku pun juga ASI meskipun akhirnya karena sesuatu hal terkait keputusan medis dokter waktu itu, dia nggak bisa dikasih ASI.
Yang kupersoalkan di sini itu adalah sentimen dan intimidasi dari para aktivis-aktivis kepo yang mencoba menyamaratakan kondisi bahwa yang nggak ASI itu pasti buruk… Apalagi stigma anak sapi dan mami, secara tak langsung dan unconsciously, cetakan teroris lahir pada usia dini karena begitu anak-anak itu bersosialisasi, siapa bisa jamin bahwa ia akan tanya, “Kamu dulu dikasi ASI? Nggak? Wah kamu anak sapi dong!”
Aku tahu catatanku barusan berlebihan, tapi para aktivis itu udah wayy to much juga cara mengintimidasi :)))
anakku yg pertama ASI-nya cuma 6 bln. aku cukup menyesal, kalo dulu ada dukungan (bukan intimidasi) utk meneruskan ASI, mungkin aku bisa berusaha lebih keras lagi, tdk cepat menyerah krn ASI tdk keluar krn sakit. berarti kita sama2 sepakat ada dukungan bagi ibu2 utk memberikan ASI, cuma caranya yg lebih santun, bukan meneror atau mengintimidasi.
nek ngono carane anakku yg pertama setengah anak sapi lak an. padahal nggawene karo uwong :D
Nganu, inti tulisanku di atas memang pada intimidasinya kok karena buahnya, nggak cuma si ibu yang terintimidasi, anak pun juga dengan stigma itu tadi.
Tapi ngga papa ah, sapi kan dihormati di India, jadi anakku pun dihormati karena anak sapi hahahaha :))
Eh btw logat tulismu udah surabaya karena pake ‘lak an’ :)
menjadi idealis untuk memberikan ASI itu penting.. I am one of them. Tapi bertindak bodoh untuk hal lain seperti merokok dan tetap koar koar mengenai ASI tentu perbuatan memalukan buat diriku. Mending diem diem aja deh daripada sok keminter di dunia maya dan ketemu blogger mirip dirimu.. :)
untuk anak = ASI
untuk bapak = BSI
wkwkwkwk
hadeh, bingung mau komentar apa. aku perokok aktif, tapi selalu berusaha tahu diri ketika merokok. jika ada ibu-ibu hamil atau anak-anak, aku memilih menjauh jika ingin merokok.
aku juga gak suka orang kampanye ASI dengan cara intimidatif. tapi mengintimidasi perokok pun aku tak suka.
kampanye antirokok/antitembakau menurutku sangat bias kepentingan. setahuku, rokok kretek-nya Indonesia lebih ‘ramah’ dibanding rokok putihnya barat (BAT, Philip Morris, dll). intinya, sedang ada perang membunuh industri rokok (yang berdampak langsung ke petani tembakau) oleh produsen rokok putih (Barat) terhadap rokok kretek (Indonesia, Kuba, dll).
menyedihkannya, ternyata tembakau memiliki kandungan kimia yang penting untuk pembuatan obat, dan belum ada bahan pengganti dari tembakau. makanya, mainnya lantas sama WHO dan praktisi kesehatan.
tahu gak, kini banyak LSM besar di Indonesia sedang didekati oleh agen-agen Bloomberg untuk kampanye antitembakau? bahkan, sejumlah institusi/individu yang potensial jadi buzzer pun mulai didekati mereka?
semoga komentar ini tidak mengacaukan pokok bahasan dan komentar teman-teman. soal efek asap rokok, baiklah, saya sepakat tak baik. makanya saya memilih menyingkir jika lagi berkumpul dengan bukan perokok.
demikian, Don…
duh, seandainya bapak, abang, dan suami saya punya kesadaran kayak pak dhe, lega banget.
lagi hamil gini, saya malah dijejelin asap rokok. setiap hari jd ngalah kudu pake masker. pdhal dah minta dr baek2 sampe tadi nyuwun agak ketus sama bapak, saya malah dibentak ibu saya. hehe… nasib lah ya…
wah, gambaran mas don ada penggiat ASI yg gahooool gitu, jadi miris. saya mah prnh ketemu ama yg intimidatif kyk gitu. tapi kan, setiap ibu punya kondisi berbeda. ada yg bs ksh ASI buat anak pertama kedua, eh… yg bungsu ga bisa krn alasan kesehatan si ibu.
Intinya apa?…..apapun yang dikasih ke anak kita akan membentuk pola dan karakter anak ya to….kalo kita gak pengen anak kita ikut2 ngerokok yang segera berhenti lah, jujur aje ni yeeee… ane kalo kena asep bisa megap2 kayak ikan kurang aer, mau asep rokok ato asep knalpot, tp kalo asep kayu bakar yang bt masak malah seneng ck ck ck hadewwwwwwwwwwwwwwww…….
Toh mau full asi ato gak nya, cerdas dan attitude yang keren balik lg ke genetika dan pola pengasuhan, walaupun sebenernya ane nangis dayak waktu liat alby kudu di campur suforrrrrr, berasa nge judge diri sendiri, ibu macem apa aku ini tapi ya sutra lah… yang Maha Tinggi lebih tau dan Dia yang punya Kendali, pasrah berdoa dan kudu selalu berusaha buat buah kita, bener tohhhhhhhhhhhh…… :-D (cerita nya menghibur diri hag3 biar pun hatinya galau parahhhhhhhhhhhhhhh)
Beneran menolong banget artikelnya, sudah lama nyoba menggunakan bahan kimia tetapi
belum terlihat efeknya. Sekarang mau mencoba memakai cara alami, alhamdulillah
banget nemu artikel ini. Jadi ketolong banget
infonya bermanfaat banget. Bisa buat nambah pengetahuan saya, izin share di facebook saya ya