Oleh Alfonsa Juliana*
Bermula dari kelahiran, kematian, kesenangan, kesusahan, kemudahan, dan keberuntungan. Semuanya bisa menjadi ujian bagi manusia. Menjadi tolok ukur dari sang Gusti kepada umatNya.
Dibelahan bumi ini, tak terkecuali di Indonesia; Jogjakarta lebih tepatnya. Tentu masih segar di ingatan kita semua, bencana gempa 26 Mei 2006 yang cukup banyak memulangkan manusia kepada penciptaNya. Kemudian, Merapi ?duwe gawe? (punya hajat?-jw)?tahun 2010 silam, yang meskipun sudah diantisipasi oleh pihak yang bertanggung jawab tetapi tetap saja Gusti meminta umatNya untuk pulang, termasuk Mbah Maridjan sang juru kunci.
Tak bisa diingkari, semakin Gusti ingin mendewasakan manusia semakin Dia memberi begitu banyak ujian untuk dilewati. Gempa dan Merapi yang punya gawe adalah kejadian yang bisa kita lihat dengan nyata sebagai contohnya. Meskipun keadaanya sangat tidak berpihak kepaada manusia, toh masyarakat Jogja melewatinya dengan penuh kekhusukan sebagai salah satu tirakat umat kepada penciptaNya. Mengeluh dan bersusah tentu saja menjadi bagian darinya, tetapi ke?tatag? an (ketabahan -jw) masyarakat Jogja pada waktu itu tidak bisa diremehkan.
Seorang dari Bantul yang rumahnya rata dengan tanah ada yang begitu bergembira mendapati rumahnya begitu ?diterima? oleh Sang Empunya. Dia begitu yakin dan tak takutnya akan kehilangan hal-hal duniawi. Tak hanya itu, masyarakat Jogja yang menyebut erupsi Merapi sebagai ?duwe gawe? tentulah bukan hal yang disepelekan. Ada nilai spiritual di dalam dua contoh tersebut. Bahwa kita sebagai manusia harusnya bisa menjadi lebih bijak dalam memandang segala hal, utamanya ujian dari Gusti.
0 Komentar