Apa yang bisa kita petik sebagai pelajaran dari permainan angklung?
Jumat malam kemarin, seperti minggu-minggu sebelumnya, aku pergi ke acara komunitas pendalaman iman Katolik yang diadakan khusus bagi warga Indonesia yang tinggal di daerah Hills, NSW, Australia.
Komunitas ini tak terlalu besar karena hanya beranggotakan sekitar 20-an orang, kalah jauh dengan komunitas serupa yang ada di city-area yang konon sekali acara yang datang bisa hampir 100-an orang itu. Orang-orangnya juga kebanyakan sudah berusia lanjut. Bisa dibilang hampir tiga perempatnya berusia minimal kepala lima. Dari situ, kira-kira seperempatnya berusia di atas 60 tahun dan bahkan ada dua orang yang biasa kami panggil ‘Oma’ berusia di atas 80 tahun. Hanya sekitar 8 orang sisanya adalah kami yang berusia dibawah 40 tahun yang karena perbandingan usia dengan mereka maka kami masih bisa men-cap diri kami ‘muda’ :)
Adapun komunitas yang kuikuti sejak aku pertama kali datang ke Australia dua tahun silam ini selalu menarik setiap minggunya.
Tak hanya pengajarannya yang bagus-bagus tapi juga karena hidangan khas Indonesia yang dimasak oleh para anggota dan disajikan selepas acara. Jadi, itung-itung sambil menyelam minum air lah.. sembari mendapat ‘santapan rohani’, jasmani pun terhibur dengan makanan-makanan tanah air :)
Tapi apa yang terjadi Jumat kemarin adalah agak sedikit berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Selepas acara pengajaran, sekitar pukul 9.45 pm (dimulai sekitar pukul 8.00 pm) kami tak langsung makan karena ada latihan angklung yang rencananya akan ditampilkan dalam perayaan ekaristi (misa) khusus berbahasa Indonesia, november nanti. Apa boleh buat, di tengah perut yang mulai keroncongan, aku harus bergabung dengan para senior untuk berlatih angklung, seuatu yang seingatku terakhir kali kusentuh pada acara perpisahan waktu aku masih duduk di bangku taman kanak-kanak…hmmm 27 tahun silam!
Tapi ternyata tak hanya itu yang ‘kudapat’. Aku mendapat sedikit ‘pencerahan’ dari apa yang terjadi selama latihan angklung tersebut.
Lewat latihan yang jalannya tak sampai 30 menit itu, aku belajar tentang bagaimana baiknya kita memposisikan diri dalam sebuah komunitas melalui permainan angklung.
Permainan angklung, jika dimainkan secara grup dengan masing-masing anggota memegang hanya satu buah, pada dasarnya adalah bagaimana kita mau dan mampu menjadi elemen-elemen kecil dari sebuah permainan.
Kukatakan MAU, karena sesungguhnya itu tidaklah mudah untuk dilakukan.
Anggaplah dalam sebuah lagu terdiri dari 50 notasi nada maka belum tentu kita, dengan buah angklung yang kita pegang, kebagian main lebih dari 10 nada banyaknya. Hal ini tentu bertentangan dengan ego yang kita punya. Pada dasarnya, kuyakin tak ada satupun dari kita yang tak ingin menonjol, namun dalam angklung, nonjol atau tak nonjol itu tidaklah penting karena semua adalah elemen yang sama tugasnya; membangun sebuah lagu yang dimainkan bersama-sama. Sebagus apapun permainan kita di dalamnya, percayalah tak ada yang lebih menonjol ketimbang lagu yang dibawakan itu sendiri. Tapi sebaliknya, ketika kita bermain buruk, jangan heran kalau lagu tersebut menjadi runyam terbawakan dan audiens maupun pelatih akan tahu bahwa itu adalah kesalahanmu.
Sebuah pilihan yang tak mudah…
Kukatakan MAMPU, karena se-mau-mau nya kita untuk menjalankan tugas sebagai ‘elemen’ lagu, tuntutan untuk mampu bersinergi dengan orang lain yang keberadaannya juga sama-sama sebagai elemen adalah sesuatu yang mutlak. Bagaimanapun lagu adalah karya seni yang bersangkutan dengan hati; sedangkan kita tahu bahwa setiap hati memiliki interpretasi yang berbeda-beda terhadap suatu hal. Nah, membayangkan sekelompok orang bermain angklung adalah bagaimana kita bisa saling menjaga sejauh dan sedekat apa hati kita menginterpretasikan lagu yang kita mainkan secara kolektif. Notasi dan tanda lagu hanyalah alat bantu karena sekali lagi, musik adalah hitungan hati, bukan hitungan matematika.
Kita juga harus MAMPU percaya pada orang lain yang memainkan buah angklung dengan notasi yang berlainan dengan kita dan di sisi lain, mereka juga harus dan MAMPU percaya bahwa kita tak kan menggoyang angklung terlalu kencang, terlalu lemah dan harus selalu tepat ketukan demi tempo yang terjaga.
Ketika kupaparkan apa yang ‘kuperoleh’ dari angklung itu dalam ‘permainan’ hidup, sedikit banyak, kenyataan bahwa kita ini adalah elemen dari sebuah semesta yang maha luas, keMAUan dan keMAMPUan, ketiganya adalah tri-tunggal yang harus disinergikan sepanjang hidup dikandung badan.
Hanya sepenggal itu yang kudapatkan malam itu karena otak sudah semakin lelah sementara asupan perut belum terpenuhi meski aneka macam hidangan seperti gado-gado, mie goreng hingga kue lapis telah tersedia di meja. Pelatih angklung ini sepertinya tak kunjung mampu mengajarkan satu lekukan tangga nada pada teman-teman yang kebagian memainkannya.
… Ah, satu lagi, hidup memang layaknya permainan angklung, juga butuh kesabaran…
Selalu ada pelajaran berharga yang dapat kita petik dari pengalaman hidup. Permainan angklung memang pas untuk dianalogikan dengan harmonisasi kehidupan.
Satu lagi, ketika kekacauan terjadi karena masing-masing membunyikan dalam giliran yang salah, semuanya akan bisa ditutupi dengan membunyikan seluruh angklung secara bersamaan. Di saat itu, kemeriahan muncul dan kesalahan tertutupi..
Ini juga bisa dianalogikan dengan prinsip kehidupan, yakni KEBERSAMAAN; sebuah kekacauan akan selesai dengan mudah jika diatasi secara bersama-sama yang pada akhirnya akan membuahkan kebahagiaan dan kemeriahan pada masing-masing personil masyarakat… :)
Namun jangan dilupakan pembelajaran dari angklung dan kebersamaan adalah, setiap individunya wajib memerankan peranan masing masing tanpa ada maksud yg satu lebih hebat dari yg lain.
Menambahkan komentarnya Uda Vizon. Selain tentang kebersamaan, saya rasa dari permainan angklung ini kita juga bisa belajar untuk tetap rendah hati dan mengakui bahwa : setiap orang itu sama pentingnya.
Wah sepakat saya, setiap individu memerankan peranan fundamental hanya saja yg besar biasanya merendahkan yg kecil :(
sangat indonesia banget, mas don. ternyata di australia musik angklung pun cukup dikenal. seni angklung ternyata juga bisa menjadi ikon dan simbol2 peradaban.
Bukankah saat ini angklung sedang gencar gencarnya di promosikan :D makanya ngak heran justru menjadi icon
Bahwa pada akhirnya sebuah permainan kelompok bisa tercipta bagus dan layak disajikan karena adanya harmoni. Masing-masing pemain tak menempatkan egonya masing-masing, namun menyatukan diri pada tujuan…alam hal ini bagaimana menyajikan sebuah lagu yang indah untuk di dengar.
Andai semua individu bangsa di dunia, menyatukan diri pada tujuan yang mulia…tentu tak ada perang, tak ada saling melecehkan, tak ada mau menang sendiri…betapa indahnya
Kalau dari sisi marketing atau seperti yg diungkapkan seth godin rasanya angklung mencerminkan setiap individu menjadi masing masing long tail. dibandingkan ingin dilihat lebih dibanding yg lain.
pas kantorku outbound beberapa bulan yang lalu juga ono acara angklung2 e lho mas.
jadi ngene..di setiap angklung itu dikasi tanda, ada SMART, ACCURACY trus opo neh yo…lali aku…pokokmen nanti bapake kasi tanda..kalo tandanya begini yang main yang SMART, kalo begini yang main yang ACCURACY…dan seterusnya ngunu..
intinya kalo kita benar2 menjalankan peran kita semuanya pasti berjalan lancar. dan ada satu lagi…kan mesti ono sing jarang dapat giliran bunyi, ada yang sering dapat giliran…kerja juga begitu..ada yang sering kelihatan..ada yang nggak…tapi walupun begitu setiap peran sama pentingnya…karena kalo hilang satu peran saja…lagunya nggak akan jadi..begitu juga pekerjaan…
hihihihi….ribet banget yo aku jelasine…heheheh :)
kawan, kalau di Bali juga ada angklung. Angklung kalau di Bali juga merupakan salah satu jenis gamelan, tetapi berbeda dengan Angklung yang secara umum dikenal di Indonesia.
Gamelan angklung kalau di Bali biasanya digunakan sebagai pengiring upacara2 yang sifatnya “berduka”, seperti penguburan jenasah atau Ngaben.
Hmm.. khasanah penggunaan angklung pun bertambah (lagi) yah, karena umumnya untuk pargelaran kesenian.. kiranya di daerah lain bagaimana yah?
hahahaha.. rasanya kenal nih :P
emang harus super sabar.. tau dong.. yg dicoba diteteskan air adalah batu yang udah berpuluh2 tahun terbentuk.. ciee..
boleh di share ke mereka2 gak ? hihihih..
Bole silakan… free kok :)
Nice Article, inspiring. Aku juga suka nulis artikel bidang bisnis di blogku : http://www.TahitianNoniAsia.net, silahkan kunjungi, mudah-mudahan bermanfaat. thx
Sungguh menarik Om Don, angklung yang adalah musik lokal, tapi atas kerja keras saudara-saudara di Australia, angklung menjadi musik yang menyentuh bibir global.
Salam kekerabatan
wahhh mas…dari angklungpun ternyata kita bisa memeting sesuatu ya :D
tapi memang hidup itu memang begitu ya kalau mau bertahan ya harus mau dan mampu, kalo enggak ya ke LAUT aja :D
apapun yg kita lakukan dan kemanapun kita pergi selalu saja ada hal yg bs kita petik dan tentunya membawa sesuatu yg berarti buat kita, asalkan kita peka terhdap hal tersebut.
anakku disini juga main angklung 3 minggu sekali di KBRI, dan sekarang 90% orang2 kamboja yang belajar bahasa indonesia lah yang memainkan angklung kita.
mari kita lestarikan angklung, sebelum diakui negara lain…
mantap nih…. angklung ada juga di sydney. Memang kalau di luar negeri gereja adalah tempat kita berkumpul dan menikmati citra rasa makanan Indonesia yang asli. nice topic.
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Mengenal Angklung.
Angklung adalah salah satu alat musik yang berasal dari Indonesia. Angklum dahulu cuma memiliki 3 nada, skrg sudah memiliki 7 nada doremifasolasido.
Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Indonesia yang bisa anda kunjungi di Indonesia