Agus Mulyadi: Netizen mudah terpolarisasi

28 Des 2017 | DKK

Nama Agus Mulyadi, pria lajang asal Magelang berusia 26 tahun itu semakin dikenal di dunia online Tanah Air.

Tapi sebagaimana Enda Nasution yang adalah Bapak Blogger Indonesia dan Nukman Luthfie yang Bapak Social Media Indonesia, aku tak tahu harus menyebut Gus Mul, begitu Agus dipanggil itu sebagai apa.

Yang paling tepat barangkali adalah redaktur Mojok.co, portal opini nyentrik pimpinan Puthut EA itu. Tapi kalau Gus Mul keluar atau kalau Mojok tutup lagi? (Mojok pernah tutup. Link di sini)

Agus Mulyadi (sumber: akun facebook pribadinya)

Agus Mulyadi (sumber: akun facebook pribadinya)

Saking bingungnya, aku bertanya pada seorang kawan tentang apa hal yang paling tepat yang bisa melukiskan tentang Gus Mul ini??Menurut kawanku itu, Gus Mul sebenarnya bukan siapa-siapa. Anak dari keluarga sederhana. Tapi setelah jadi penjaga warnet, Gus Mul belajar design dan ngeblog secara otodidak.

Kini ia jadi instruktur design di Rumah Gemilang Indonesia Magelang dan dari ngeblog ia telah merilis tiga buah buku “Jomblo tapi Hafal Pancasila”, “Bergumul Dengan Gusmul”, dan “Diplomat Kenangan?, menang di beberapa lomba blog, jadi pembicara berbagai macam seminar dan talk show, masuk tivi bahkan konon sebentar lagi main film!

Seminggu terakhir aku banyak berbincang dengannya melalui Whatsapp dan pembicaraan yang fokusnya pada hal-hal yang terjadi di dunia online nasional tahun 2017 ini terangkum dalam wawancara berikut ini.

[DV] Gus, kejadian apa yang paling mencolok di dunia online Tanah Air sepanjang tahun ini?

[Gus Mul]?Kalau tahun ini, jelas drama Setya Novanto. Dari mulai sidangnya, kecelakaannya, kebiasaannya untuk tidur, bahkan sampai kekonyolan pengacaranya.

Bagaimana netizen Tanah Air merespon hal itu?

Indonesia itu orangnya lucu-lucu, jadi kasus Setya Novanto itupun direspon dengan sebuah kelucuan pula. Mereka membikin meme-meme yang ?ngaudubillah? sarkas tapi ndlogok (menyebalkan –jawa). Mulai dari meme tiang listrik sampai meme benjolan sebesar bakpao. Contoh-contoh meme itu bisa dilihat dari tagar #thepowerofsetnov.

Kenapa bisa begitu?

Bisa jadi, respon-respon itu adalah wujud puncak kekesalan netizen pada Setnov. Itu cara meluruhkan wibawanya, sehingga mereka menganggap Setnov tak lebih dari seorang badut yang memang hanya layak untuk dipermalukan dan ditertawakan.

Secara umum, menurutmu cara-cara netizen Indonesia dalam merespon kejadian terutama politik tahun ini bagaimana?

Sangat kreatif!
Hampir seluruh isu, bahkan isu politik selalu bisa direspons dengan humor, dan menurutku itu bagus. Gojek dan humor itu mudah viral. Orang yang tadinya tidak tersentuh oleh isu-isu politik menjadi tahu isu-isu politik, setidaknya secara kulit.

Kalau lantas ada yang menilai kebablasan dan diadukan ke polisi dengan rujukan UU ITE?

Bablas dan tidak bablas itu kan soal persepsi, wong ya titik batas dimana seseorang dibilang bablas atau tidak saja juga masih ngambang kok.

Meme ?seaman? mungkin soal Setnov, misalnya, bagi seorang pendukung Setnov ya bakal tetap dinilai kebablasan. Nah, selama batasannya masih belum gamblang, netizen bikin batas sendiri.

Batasnya?

Batasnya adalah sebisa mungkin respons yang dibuat tidak mengandung fitnah, atau minimal punya referensi yang jelas. Sehingga kalaupun ada yang memperkarakan, ia siap dengan pembelaan.

Bicara soal hoax, kamu ada ide cara untuk menghilangkannya?

Bwahahahaha… susyah. Aku blas nggak punya ide. Apakah bisa dihilangkan? Ketoke nggak iso. Kalau berkurang mungkin?

Bagaimana cara menguranginya?

Nek aku, cara yang paling ampuh, ketika kita menemukan konten hoax, beritahu si penyebar bahwa kontennya hoax.?Beritahu faktanya, kalau perlu agak digoblok-goblokin sekalian. Itu cukup ampuh untuk membikin dia malu dan kemudian berpikir dua kali ketika akan menyebar konten.

Dulu aku juga begitu. Ketahuan nyebar hoax, kemudian digoblok-goblokin orang. Aku jadi malu, kemudian mulai hati-hati saat hendak nyebar konten. Semakin banyak orang yg hati-hati menyebar konten, semakin banyak konten hoax yang bisa dicegah untuk muncul ke permukaan…

Agus Mulyadi (sumber: akun facebook pribadinya)

Agus Mulyadi (sumber: akun facebook pribadinya)

Kritikmu terhadap netizen Indonesia apa?

Netizen Indonesia ini sekarang banyak yang terlalu mudah terpolarisasi. Cara pandangnya banyak yang hitam putih. Kalau ketahuan mengkritik Habib Rizieq, misalnya, maka otomatis pasti anteknya Ahok. Begitu pula sebaliknya. Atau ketika ketahuan memuji kinerja Jokowi maka otomatis pasti nggak suka Prabowo. Begitu pula sebaliknya.

Ini pola pikir yang tentu saja tidak sehat. Masyarakat seolah hanya dikelompokkan menjadi dua pilihan yang saling kontradiktif dan berlawanan. Susah.

Apa pandanganmu tentang blogger-blogger seperti Jonru dan Denny Siregar?

Khusus pertanyaan ini aku no comment hehehe?

Kalau tentang blogger-blogger yang meng-kutub di pihak masing-masing tokoh politik nasional bagaimana?

Menurutku ya sah-sah saja. Itu merupakan bentuk partisipasi politik dan setiap orang berhak untuk berpihak.

Nah, bentuk mengekspresikan keberpihakan tersebut, salah satunya ya lewat tulisan di blog. Mereka justru bisa menambah semarak referensi penilaian masyarakat melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.

Tapi bukankah hal ini menjadikan polarisasi yang kamu sebutkan di atas makin kuat antar pendukung tokoh politik??

Itu lebih pada cara-cara mereka dalam membangun opini yang cenderung melebar.

Sederhananya, harusnya sama seperti cara beriklan produk. Puji barang sendiri, tapi jangan hujat produk lain. Itu idealnya. Tapi yang terjadi kan justru bukan seperti itu. Blogger pendukung Ahok, misalnya tak cukup hanya memuji Ahok, tapi juga mencela dan menghujat Anies. Begitu pula sebaliknya. Ini yang menjadikan suasana jadi nggak kondusif.

Nah, hal ini kadang kerap melebar. Bahkan tak jarang justru jauh dari konteks tokoh politik itu sendiri. Yang tadinya murni hanya soal Ahok-Anies, melebar jadi soal jenazah yang nggak disholatkan, penistaan agama, dan sebagainya. Itu yang sebenarnya harus dibuang jauh-jauh.

Seberapa signifikan pengaruh movement di social media terhadap opini publik?

Sangat sangat sangat berpengaruh. Khusus untuk ini, aku membuktikan dengan mata kepalaku sendiri di tahun 2014. Ada teman dekatku yang tadinya pah-poh ngah-ngoh ndah-ndoh (tidak tahu sama sekali -jawa) dalam urusan politik, nggak tahu apa-apa, tiba-tiba jadi sosok yang begitu meletup-letup dalam membela Prabowo karena pengaruh sosial media. Bahkan ia sampai berkali-kali ngajak aku debat karena waktu itu posisiku memang pro-Jokowi.

Tapi kan banyak juga yang semula lurus jadi pah poh termakan isu hoax di socmed, apakah ini juga salah satu wujud pengaruh socmed di publik?

Iya. Itu juga. Mangkanya nggak heran jika sampai ada yang bilang “pertarungan politik akan dimenangkan oleh mereka yang menguasai sosial media”

Dengan maraknya ?profesi? buzzer politik saat ini, mungkin gak suatu saat kamu nerima order sebagai salah satunya, terutama di tahun-tahun politik ini?

Aku sudah beberapa kali dihubungi orang untuk jadi buzzer politik, bahkan pernah juga ditawari jadi ghost writer salah satu tokoh politik. Tapi aku kok ya iso nolak. Aku merasa nggak bisa menerima pinangan itu. Sejauh ini sih begitu, soalnya aku masih punya duit cukup untuk jajan ro ngopi. Mbuh suk nek wis kere (Entah nanti kalau sudah jatuh miskin –jw), imanku iso goyah hahaha?

Tahun 2019 akan tetap dukung Jokowi?

Hahaha… Nek iki mbuh. Tapi kalau ada sosok yang ndilalah aku merasa dia apik dan cocok, yo kudukung. Aku selama ini seneng Jokowi kan juga nggak full 100 persen. Ya?. paling 70% lah!

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.