Agent of change.
Semula istilah itu hanya ‘milik’ disiplin ilmu Manajemen dan mengacu pada mereka yang melaksanakan change management. Change management sendiri, oleh Jeff Hiatt dan Tim Creasey, di situs ini diartikan sebagai “Change management is the process, tools and techniques to manage the people-side of business change to achieve the required business outcome, and to realize that business change effectively within the social infrastructure of the workplace.”
Namun kini, seiring perkembangan jaman dan meluasnya peran media dalam menyampaikan apapun itu kepada kita, istilah ‘agent of change’ telah tertarik jauh dari ranah keilmuan dan menjadi milik publik. Tak apa sih, toh tujuan awal dari semua asal bidang ilmu adalah mempermudah hidup manusia?
Lalu siapakah agent of change itu? Mereka? Kalian? Kamu? Aku? Kita?
Aku akan mengadakan ‘pendekatan’ yang barangkali agak berbeda dengan yang lain ketika bicara tentang ‘agent of change’ ini.
Albert Einstein dalam postulat pertamanya tentang hukum relativitas yang dikemukakan, berpendapat bahwa setiap obyek bergerak terhadap yang lainnya. Bayangkan kamu duduk diam dalam satu kereta yang bergerak dengan kecepatan 80 km per jam, melewati stasiun tanpa berhenti. Bagi orang yang berada di selasar stasiun, kamu dan keretamu bergerak 80 km per jam ke depan, sedangkan bagimu, orang-orang yang berada di stasiun itu ‘bergerak’ dalam kecepatan yang sama, 80 km per jam ke belakang.
Bagiku, itulah hidup yang selalu bergerak dan berubah relatif terhadap yang lain. Hakikatnya, tak seorang pun tak mengalami pergerakan dan perubahan kecuali ketika ia berada pada kecepatan dan tempat yang sama (dalam contoh di atas, keadaan ini terjadi pada orang yang sama-sama naik kereta, atau orang yang sama-sama berada di selasar stasiun dan sama-sama diam).
Kalian bingung dengan pemikiran di atas? Ini adalah contoh yang semoga memudahkan pemahaman untuk mendapatkan gambaran.
Adalah Windu (bukan nama sebenarnya), seorang pemuda kampung yang enggan pindah ke kota dengan alasan ‘ingin mbangun desa’ berkomentar pedas kepada Paijo, teman masa kecilnya yang memilih hijrah ke ibukota. “Wah, kamu sudah banyak berubah, Jo! Tinggal di Jakarta setahun saja lagakmu sudah kayak Presiden!” Padahal si Paijo tak pula pakai kantong mata *eh
Bagi Windu, Paijo temannya, telah berubah, sementara sebaliknya, dalam hati si Paijo pun, ia berujar “Ah, ketimbang kamu malah terbelakang! Tak mau ke kota alasan mbangun deso padahal mbok-mboken! Statis!” Bagi Paijo, Windu berubah semakin udik dan terbelakang. Windu dan Paijo… mana yang layak disebut agen perubahan?
Contoh lain.
Aku bertemu dengan seorang kawan yang sudah sangat lama tak kutemui. ‘Namanya’ juga tak lama bertemu, ketika ketemuan jadilah aku maunya ‘akrab-akraban’ meski ternyata jauh hari setelah pertemuan itu, kutemui pendapatnya dari seorang kawan lain bahwa pertemuan waktu itu bukanlah ‘akrab-akraban’ tapi ‘gila-gilaan’.
“Donny sudah berubah! Nggaya bener cuman tinggal di Australia situ lagaknya sudah kayak bule!” Padahal yang kulakukan hanya sekadar hang out ke kafe dan minum beer sebotol atau dua.
‘Nyinyir’ ku seketika kumat. Bagiku, teman dekatku tadi termasuk dalam kalangan sok alim yang demi persahabatan tak mau menyeruput beer barang setetes pun; sesuatu yang wajar kutemui dan lakukan di sini.
Aku dan temanku… mana yang agen perubahan?
*????? * ? ?? *
Bagiku, baik Windu, Paijo, temanku dan diriku sendiri dan kita semua tanpa terkecuali adalah agen perubahan karena kita bergerak menuju tujuan kita masing-masing, apapun itu, demi perubahan sosial yang kita kehendaki.
Tak terkecuali bagi segelintir orang yang beberapa hari ini menggegerkan pemberitaan di Tanah Air karena merusak patung wayang di Purwakarta yang videonya bisa di simak di bawah ini.
Bagi sebagian dari kita, barangkali tindakan mereka adalah sesuatu yang bodoh namun bagi mereka dan orang-orang yang membenarkan tindakan mereka, tidak ada hal yang lebih benar daripada melakukan perusakan patung karena tak sesuai dengan idealisme yang mereka pegang.
Jadi mereka pun agent of change, Don? Iya! Kalian tak percaya? Datanglah ke Purwakarta dan tanyailah penduduknya. Di antara sekian ribu yang tak setuju dengan aksi itu, kuyakin ada pula yang mengangguk setuju dengan aksi yang bagiku agak ‘tak masuk akal itu. Bagi mereka, si perusak patung tadi adalah agent of change, tiada lain.
Wajar. Bukankah setiap pahlawan memiliki massa, karena tanpanya tak kan ada yang sudi menabalkannya?
hmmmm begitu ya?
saya agen minyak tanah yang berubah jadi agen gas tabung ijo 3 kiloan, turut berperan dalam membangung desa dari yang cuma pake blarak kelapa, ke kompor minyak, lalu ke kompor gas yang katanya lebih modern.
Agen evolutif apa devolutif ya..
Biasanya itu massa dari luar kota. Kalau kata reporter, “massa dari, tidak hanya dari Purwakata namun juga dari bandung, kerawang, cikampek, tasik, cianjur, sukabumi dan ciamis”
Nah lho ada apa?
Siapa agennya? Lalu siapa arsiteknya?
Mari bertanya pada rumput yang bergoyang
Iya setiap individu itu agen perubahan bagi dirinya sendiri. kalau utk kepentingan pribadi seh ya gak papa semau hati. tapi kalau udah untuk urusan khalayak rame ya musti difikirkan juga dong dampak luasnya.. hnmm…
Dan akupun tertinggal berita beberapa hari….. :(
Ya, setiap orang punya agent of change tersendiri, munafik???? Tidak, malahan justru inilah yang membuat negara ini semakin berubah. Tak seperti orde dulu, otak kita seperti dicuci untuk mengikuti satu petunjuk. Semua yang direncanakan ‘harus’ dibenarkan, yang salah harus dibenarkan, dan yang salah harus mengaku salah bagi sebagian orang tertindas.
Sisi buruk sekarang? Negara siap2 punya dana ekstra untuk menata ulang hasil kelakuan agent of change :D
aku jadi ingat curhat temanku yang mengatakan bahwa teman baiknya sudah berubah. yah, setiap orang berhak berubah. mungkin bagi orang lain perubahan itu tidak menyenangkan. tetapi barangkali kita sendiri pun juga berubah–dan mungkin perubahan kita tidak menyenangkan bagi sebagian kalangan… mungkin saja lo ini…
Semoga kita termasuk “agent of Change” yang bertujuan untuk kebaikan…..
hem, hihi…
Kalimat diparagraf atas yang ku quote itu bener2 satir ta Dabb..?
Okeylah kita memiliki prinsip sebagai “agen perubahan”, akan tetapi bukankah akan lebih baik kalau prinsip itu tak berlaku subyektif dalam mengambil sisi manfaatnya taa…?
Trus apakah kalo merusak itu bermanfaat secara obyektif yang artinya bermanfaat bagi orang lain…? Bolehlah yang merusak itu mendapatkan manfaat (mungkin) karena amarah, kehendak, pun keinginan menghancurkan itu bisa terrealisasi, idealismenya pun dengan serta-merta mampu diunjuk-gigikan. Lah tapi apakah sang perusak itu hanya hidup dengan sesama perusak…? Hanya berdampingan dengan yang memiliki idealisme serupa..?
Aku turut prihatin dengan perusakan simbol wayang itu, selain dana pembangunannya tak sedikit, tak usahlah menutup mata toh mereka2 yang memiliki idealisme itu juga mustinya mengingat bahwa penyebaran akar-idealismenya ini dulu lewat media apaa…?
Akan lebih terrasa malu serta prihatin lagi ketika aku juga harus menyaksikan para perusak itu ternyata juga tak ubahnya dengan patung yang dirusaknya, SAMA-SAMA NGGAK PUNYA OTAK…! Gimana mau dibilang punya otak kalo berbuat perusakan tapi masih saja meneriakkan KEAGUNGAN asma-Nya…???
#sungguh terlaluhh
#prihatin
(ngucek-ucek kantong mata akibat hukum hanya sebatas hiasan) :(
Komentar ini mewakili isi hatiku. :)
Mungkin..pemerintah harus lebih fokus mengembangkan SDM negeri ini, supaya semua lapisan masyarakat berkonsentrasi mengembangkan potensinya. Memiliki banyak aktivitas yang jauh lebih berguna daripada merusak benda2 kesenian ini.
Perusakan patung-patung ini bagi saya adalah tidak masuk akal, entahlah kalau menurut mereka.
Nice post…. saya baru tahu istilah ini, berarti dapat dibilang setiap harinya manusia yang hidup di dunia ini adalah “Agent of Change” karena semua orang akan selalu berubah setiap harinya, baik menuju ke arah yang baik atau yang buruk.
Agency itu agent of changer juga ya? *yombuh*
saya ketinggalan berita *iyalah ga pernah nonton / baca berita aktual :( *
apa gerangan yang merasuki pikiran orang2 yg mencoba merubuhkan patung itu ya?