Nyaris lima tahun silam, ketika aku mengundurkan diri dari Citraweb karena kepindahanku ke Australia, oleh anak buahku yang waktu itu jumlahnya sekitar 12 orang, aku diberinya beberapa cindera mata sebagai kenang-kenangan di antaranya jam, mug dan kaos. Uniknya, ketiganya bercorak desain yang sama yaitu header design yang kupakai di situs ini pada saat itu.
Karena alasan berat dan bentuk yang tak bisa diringkas untuk bisa masuk ke dalam bagasi pesawat waktu aku pindah ke sini, aku memutuskan tak membawa mug dan jam. Namun meski demikian, keduanya, seingatku dipakai alm. Papa di rumah Klaten dan bahkan jamnya masih dipasang di meja kerjanya hingga beliau meninggal dua tahun silam.
Tapi kaos, kubawa serta ke Australia.
Dulu waktu awal-awal bekerja sekitar 2008 – 2009, kaos itu lumayan sering kukenakan saat bekerja. Kebetulan aturan kantor pertama dulu tidak terlalu ketat dalam berpakaian jadi mereka memperbolehkan pegawainya untuk mengenakan t-shirt setiap harinya.
Namun semakin kemari, ketika ukuran tubuh tak sesingset dulu apalagi ukuran lingkar perut yang semakin membentuk 0-pack instead of 6 packs ini, kaos itupun tak kukenakan lagi untuk bekerja.
Tapi alih-alih membuangnya, aku menjadikan kaos itu sebagai kaos rumah, kaos yang kupakai sesudah mandi malam sepulang kerja dan kukenakan untuk tidur.
Lalu sekitar sebulan yang lalu, istriku protes karena kaos itu barangkali karena terlalu lama maka meski dicuci berulang kali mulai tak bisa kembali wangi baunya, semakin lama semakin apek.
…yang di belakang bukan berarti yang harus dibuang meski ia tak boleh jadi penghalang-halang di depan…
Aku semula mencoba tak menyalahkan kualitas kaosnya, barangkali bau badanku, tapi sepertinya badanku tak berbau, atau kalaupun berbau, ia tak seperti bau kaosku, ini sih kata istriku :)
Tapi anyway, ketimbang aku harus menerima keluhan berulang kali dari istri karena bau apek kaosku itu tadi, minggu lalu, kuputuskan untuk membuang kaos itu dengan cara menyumbangkannya pada komunitas penerima barang-barang bekas.
Kalian yang biasa menyimak kisahku dalam perkara buang-membuang baju dan sepatu (simak di sini dan di sini), tentu tahu betapa aku sangat menghargai barang yang pernah kukenakan lantas kubuang. Jadi jangan tanya, yang pasti aku merasa tak terlampau ringan untuk membuangnya; begitu banyak kenangan ketika membayangkan wajah-wajah anak buahku yang memberikannya dulu.
Tapi o well, hidup harus terus berjalan, yang di belakang bukan berarti yang harus dibuang meski ia tak boleh jadi penghalang-halang di depan.
Ya kan?
Itu kaos warnanya jadi pink gitu Mas? :o
Itu efek kamera aja kayaknya. Yg pasti kumel bin lethek
Kadang memang gitu, Mbah. Barang-barang semua punya memori. Tapi ya semuanya punya umurnya sendiri-sendiri..
wah itu desainya bagus, kaosnya juga bagus, hehehhehe
ngk’ kli2 kaosx mau d gnt ok…???
… hidup harus terus berjalan, yang di belakang bukan berarti yang harus dibuang meski ia tak boleh jadi penghalang-halang di depan …
Mas Don …
saya membaca kalimat ini berulang-ulang …
(entah mengapa kok mesti saya ulang-ulang …)(mungkin karena sensasinya )(hahaha)
(harus diakui … 1 – 2 bulan ini masih limbung … )
salam saya Don …
kenapa ndak bikin lagi aja mas… sebelum di buang gituh
Sama bro.. Gue juga susah melepas barang2 yg udah banyak ‘berjasa’ untuk gue. Tapi pada akhirnya hidup memang terus berjalan, dan kita harus move on..
Btw,gue msh inget banget header blog DV yg lg pupi sambil baca koran itu. Mnrt gue keren bgt loh, bro..
sebenernya aku gak ngerti arti kalimat yg dibuang2 itu, don. kui piye sih maksude? *dikepruk* :))
Diikhlaskan saja :-)
koasnya designnya bagus, kualitas kaosnya ok punya tuh. buktinya sampai detik detik terakhir bentuknya sablonnya masih disana….
owh…tak kiro meh mbagi2 kaos :P