Adi: “…pintarlah memilih diksi.”

28 Okt 2016 | DKK

Nah! Benar, kan!
Benar apa yang dibilang Roy Suryo, blog itu hanya trend sesaat! Buktinya kemarin banyak bener yang tiba-tiba nulis blog lagi setelah sekian lama hibernated hanya karena kemarin adalah peringatan Hari Blog Nasional!

Tapi anyway, masih soal blog, sadarkah kita bahwa sebagai perilis konten, apa yang kita tulis dan bagikan itu mengandung konsekuensi yang harus bisa dipertanggungjawabkan tak hanya dari sisi moral tapi juga hukum?

Tak selamanya yang kita anggap benar itu terbaca sebagai hal yang tak salah di mata pembaca dan tak semua pembaca memiliki pandangan yang sama terhadap hal yang sama, tulisan kita.

Untuk itu aku sudah berpikir sejak lama bahwa seorang blogger itu perlu punya pendamping dalam hal hukum, penasihat hukum, yang tak hanya kita pakai jasanya saat sudah di pengadilan tapi juga dalam hal-hal keseharian terkait dengan publikasi konten. Kita perlu minta pertimbangan tentang ini dan itu terkait soal hukum dengan mereka.

Adi Sunata

Adi Sunata

Untuk itu dua hari lalu aku ngobrol dengan Adi Sunata. Seorang advocate and counsellor of law yang juga dekat dengan kalangan blogger. Aku berkawan lama dengannya, kami, bersama kawan-kawan lainnya, banyak melewatkan malam-malam penuh diskusi di Jogja dulu.

Adi membantuku dalam hanyak hal, bolehlah kusebut ia adalah?penasihat hukumku. Orang yang sehari-hari menjabat sebagai Managing Partner di Sunata, Harun, Ardianthoro, Hadisudjono (SHAHIHAQ) ini pertama kali bekerja sama denganku saat aku merilis GolonganDarah.Net, 2007 silam. Ia membantuku membuat aturan-aturan terkait hukum dalam situs web pengelola data personal berbasis golongan darah itu.

Simak petikan wawancaraku dengannya yang terjadi melalui jendela percakapan WhatsApp di bawah ini.

Di, apakah ada peraturan hukum yang menerapkan hukuman berat bagi orang yang menulis dan mempublikasikan tulisan mengenai hal-hal tertentu secara online?

Ada. Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang biasa disebut sebagai UU ITE terutama pasal 27 ayat 3. (Bunyi pasal tersebut adalah, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dapat di dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,000 (satu miliar rupiah)” -red).

Pembahasan mengenai rasa ketidakadilan dalam pasal 27 Jo. Pasal 45 UU ITE ini sudah banyak dilakukan dalam diskusi-diskusi terutama di kalangan penulis yang mempublikasikan karyanya secara daring/online.

Bahayanya apa sih pasal 27 itu?

Bahaya utamanya adalah penafsirannya yang luas (hukum seharusnya tegas dan jelas) dan adanya pemberian hukuman yang jauh lebih berat daripada apa yang diatur dalam KUHP dalam tindakan yang serupa/setara hanya karena pertimbangan bahwa hal itu dilakukan di dunia maya.

Menurutmu, apakah sebaiknya ditiadakan saja pasa-pasal itu?

Tidak perlu ditiadakan, tapi diubah agar memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Mengenai masalah karetnya pasal itu yg harus diubah, hukum harus tegas dan memiliki kepastian.

Lalu untuk menghindari caranya bagaimana, Di? Kan itu katanya pasal karet?

Jawaban sederhananya adalah, pintarlah memilih diksi dan merangkai kata, agar makna tersampaikan tanpa merendahkan perorangan/badan tertentu.

Sejak tahun lalu aku berpikir bahwa seorang blogger sejatinya perlu mendapat pendampingan seorang penasihat hukum. Menurutmu?

Memiliki penasihat hukum pribadi sebetulnya adalah langkah yang baik, karena sedemikian banyak unsur dalam kehidupan kita sehari-hari yang kadang tidak kita sadari sebenarnya mempunyai akibat hukum. Tak hanya soal menulis dan mempublikasikan tulisan, ada banyak hal lain seperti jual-beli, sewa-menyewa, atau pinjam-meminjam, akan lebih baik jika memperoleh masukan dari penasihat hukum untuk memastikan pihak-pihak didalamnya paham betul risiko dan akibat hukum yang lahir.

Berapa biaya yang diperlukan untuk?menggunakan jasa seorang penasihat hukum pribadi?

Masalah biaya itu tergantung persetujuan antara pengguna dan penyedia, aku pribadi tidak terlalu berpikir mengenai biaya jika sebatas diskusi dan bertukar pikiran, tapi jika yang diminta adalah layanan tentu unsur biaya akan dipertimbangkan.

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.