Adaptasi, Tanggap Perubahan

18 Mar 2009 | Cetusan

Harto

Orang dan semua hal yang berdiam dalam dimensi waktu adalah obyek-obyek yang harus menerima konsekuensi untuk selalu berubah ataupun mau tak mau, diubah.

Soeharto lengser pagi itu.
Mahasiswa-mahasiswa haus perubahan serta politisi-politisi oposisi mengepalkan tangan dan berseru menang.
Hulubalang-hulubalang yang sepaham dengan Soeharto dan wadya balanya beringsut tunggang langgang menyelamatkan dan membentengi diri serta tak sedikit yang bermetamorfosa secepat kilat supaya tetap selamat.
Mereka dan kita semua yang ada pada masa itu, diubah dan harus berubah secara tiba-tiba, tampaknya!

Tapi apakah sebenarnya demikian adanya?
Soeharto lengser merupakan titik akhir dari rangkaian panjang timbul dan tenggelam masanya.
Ada titian waktu yang memuat perubahan-perubahan kecil dari dirinya dan sekelilingnya yang lantas memuncak pada satu fase dan meledak pada satu titik dan titik itu terbaca sebagai perubahan besar.

Facebook
Demikian juga yang terjadi pada Mark Zuckerberg dan kawan-kawannya di Facebook.
Keputusannya untuk mengganti tampilan per 4 Maret 2009 yang lalu pastilah bukan satu keputusan yang mendadak.
Pasti ada diskusi-diskusi ringan membahas evaluasi daur hidup design Facebook yang terdahulu.
Pasti ada usulan-usulan yang pada akhirnya rontok maupun mekar tentang bagaimana Facebook selanjutnya.
Lalu kesemuanya pasti sampai pula di muara keputusan dan implementasi dari keputusan tersebut.

Masa menuai kritik dan saran pun tiba sesudahnya!
Ada yang mengacungkan jempol atas perubahan design Facebook, mereka bilang tampilan dan usabilitas-nya lebih paten.
Ada pula yang diam! Tak berkomentar baik ataupun buruknya, mereka lebih memilih untuk tetap beraktivitas seperti biasa, bersosialisasi di situs sosialisasi virtual terwahid itu.
Tapi berapa banyak yang berteriak-teriak seperti kambing kehilangan jenggot memprotes “kebijakan” Facebook itu?
Mulai dari menuliskan suara di “status” sampai pada gerakan-gerakan komunal menghadang perubahan itu, intinya mereka tidak terlalu suka dengan perubahan itu!
Mereka sudah terlalu nyaman berada pada satu titik PW (posisi wuenakk) dan ketika si empunya situs melihat ada satu titik nyaman yang lebih baik lagi untuk semuanya, mereka menolak dengan alasan “sudah enak begini!”
Mereka takut untuk melepaskan sabuk pengaman kenyamanan lalu melompat melalui fase-fase ketidaknyamanan barang sebentar demi sampai pada satu titik nyaman yang baru.

Mereka juga sepertinya lupa pada satu kekuatan alami yang sebenarnya ada dalam diri seorang terlemah sekalipun yaitu adaptasi. Mereka tidak memampukan kekuatan itu untuk dipraktekkan dan lebih sibuk untuk menyangkal diri atas nama kemapanan.

Padahal seharusnya tak demikian bukan?
Tak pandang itu perubahan ke arah yang lebih baik ataupun memburuk, sikap adaptatif kita sangat menentukan keberadaan diri kita sendiri. Buah dari adaptasi adalah belajar dan buah dari belajar adalah hasil yang membuat kita lebih nyaman dan tibalah kita nantinya pada fase pemahaman terhadap perubahan yang semakin meninggi menandakan derajat kemanusiaan kita juga ikut pula membaik.

Ah tiba-tiba aku jadi teringat peristiwa 19 tahun silam, ketika aku dan keluarga orang tuaku pindah dari satu rumah ke rumah yang baru selesai dibangun. Di sebuah sore yang nyaman aku marah-marah ke Mamaku karena tak tahu dimana ia menyimpan odol, pasta gigi yang hendak kupakai untuk menggosok gigi.

“Itu lho di dapur!”
“Iya tapi disebelah mananya?”
“Di atas lemari yang baru!”
“Kenapa sih kok disimpan disitu?”
“Ya nggak papa!”
“Kenapa sih kok harus beli lemari yang baru?”
“Karena lemari yang lama sudah nggak layak pakai di rumah baru ini!”
“Kenapa sih harus pindah ke rumah yang baru?”

Mamaku terdiam sebentar. Tak lama kemudian ia berbicara tak kurang gaharnya…
“Oooooo… jadi kamu, kamu mau tetep tinggal di rumah lama yang sudah reot itu?”

Akupun terdiam… Ibu jari dan lipatan telunjuknya telah menjepit telinga kananku hingga memerah dan panas.
Aku rasai Mamaku sudah mengatasnamakan perubahan ke arah yang lebih baik untuk membungkam suara protesku, protes anti kemapanan terhadap kemapanan yang baru!

PEMILUWell, meski sedikit nggak nyambung, nun jauh dari selatan tanah air, pada akhirnya aku mengucapkan selamat ber-contreng ria di PEMILU nanti, di pesta perubahan bangsa dan negara kita. Entah aku akan ikut nyontreng atau nggak, karena sudah sebulan lebih aku mendaftarkan diri ke Konsul Jenderal Indonesia di Sydney via internet, tapi tak kunjung mendapat tanggapan serta undangan pemilihan.

Ah, masih belum berubah juga, tampaknya…

Sumber foto dari sini, sini dan sini.

Sebarluaskan!

32 Komentar

  1. Hidup harus selalu mengikuti perubahan (walau capek juga membaca dari mana-mana untuk agar tak terlalu kuper)…kalau tak mau ikut perubahan, maka kita akan diubah dari ada menjadi tak ada. Ini salah satu pesan jika saya mengajar. Terus diberikan contoh2 (perusahaan), yang dulu berkibar, sekarang menurun, bahkan ada yang hilang dari peredaran. Kemudian dibahas kira-kira dimana letak permasalahannya.
    Ceritamu, mirip dengan si sulung. Terbiasa tinggal 23 tahun di kompleks perumahan dinas yang nyaman, ada satpam, kalau bocor rumah tinggal lapor, keuanganku hanya cukup untuk beli rumah kecil, sepertiga dari rumah dinas, dan mobil dinas beserta sopir harus kembali ke kantor dan diserahkan ke pejabat baru.
    Keluhan anakku mirip Donny, bukan rumah yang diributkan, tapi pindahannya, yang membuat barang2nya kacau balau, dan bingung mencari letaknya. Dan yang disebelin…pagar harus terkunci…Lha iya, dulu ada satpam 24 jam.. sekarang kan rumah biasa, jadi masing-masing penghuni harus menjaga keamanan, walau ada satpam, tapi dia dibayar orang kompleks, dan nggak sekeren kalau jadi satpamnya perusahaan besar.
    Itulah ke PW an yang mesti diubah. Sekarang anak-anak udah terbiasa, dan sayapun terbiasa pula naik taksi, angkot, bajaj (walau dulu juga begitu, karena sopir saya liburkan saat libur akhir pekan biar anak-anak ttidak manja).

    Balas
    • Betul, Bu.
      Nanti kalau saya punya anak juga saya akan ajarkan hal-hal seperti itu, intinya, dont crack under pressure, dont too happy when you reach your happiness.:)

      Balas
  2. aku gak punya FB, jd nggak ikut protes atau mendukung perubahannya hehehe.yah, adaptasi memang perlu. kali kuncinya adalah hidup dalam kekinian, ya don?

    Balas
    • Lha mbok ikut, Mbakyu…
      Banyak positifnya lho

      Balas
  3. Gimana siih!!
    Gue dah daftar PEMILU dan bujuk2 ampe manyun laki gue supaya mo ikutan PEMILU taun ini (biar g ada yg anter), lo malah jadi bambang subimbang…GRRRRRR!
    Coba dicek di webnya dah terdaftar lom?
    G daftar via internet and ga dapet surat juga, tp setelah g cek di web g dah terdaftar di “SYDNEY” (hehehe kali aja nyasar terdaftar di Brisbane)…kalo laki gue dapet surat yg ngasih tau dia dah terdaftar (otomatis terdaftar) karena datanya dia dah di konsul sejak beberapa tahun lalu…

    Balas
    • Gw kok lom terdaftar juga padahal udah isi form via internet..:(

      Balas
  4. Facebook :
    Gue ga suka font-nya comment atau status yg baru…
    Bisa diganti ga siy?

    Balas
    • Bisa, punya 15 triliun buat beli FB? Hahahah :)

      Balas
  5. cuma manggut2 nyeri baca tulisan terakhir (fiuh)

    Balas
  6. Daftar lagi…daftar lagi!! Cuma dikit ini yg mesti diisi…ah gila aja kalo lo ga ikut, gua kan daftar gara-gara lo ngomong-ngomong daftar PEMILU waktu itu…hahahaha!

    Balas
    • Udah ilfil! Ketemuan di waktu lain aja yuk, lets arrange!

      Balas
  7. Setuju dengan judul postingan ini, menurutku itu kata kunci dalam menghadapi suatu perubahan : tanggap dan beradaptasi. Orang yang resisten dengan perubahan tidak akan maju, bagaimana dia bijak menyikapi suatu perubahan, disitulah value-nya.
    Selalu ingat buku “Who Moved My Cheese?” kalau bicara tentang perubahan.. They keep moving the cheese, how do you deal with it and enjoy the adventure?… ;)

    Balas
    • Yeah!
      Sepakat bulat!
      Aku sedang belajar dengan kata itu “adaptasi” :)

      Balas
  8. Ada lagi kutipan dari bukunya Rheinald Kasali: “Tidak peduli berapa jauh jalan salah yang anda jalani, putar arah sekarang juga”
    Intinya, jangan pernah takut untuk berubah.. Yang penting adalah bagaimana kita beradaptasi dengan perubahan, ya gak?

    Balas
  9. Pada tahap-tahap awal, perubahan memang sering membuat canggung. Tapi hidup tentunya akan banyak berkurang artinya, jika tidak ada perubahan.

    Balas
  10. Perubahan.. Semua Hal pasti Berubah. Lha wong Satria Baja Hitam Aja Juga Berubah dulu biar jadi ampuhh.. Trus Kunci Sukses ngadepin perubahan apa ya??, Ya yang bener tuh kata Mas Donny “Adaptasi”

    Balas
  11. oooh Don…
    kalau tidak pintar beradaptasi
    ya ngga bisa jadi warga dunia
    not even warga planet heheheh
    Yang kusalut si Riku , di Jakarta dia bilang mau tinggal di jakarta. Pas hari kepulangan dia mau pulang. Dan di Yogya dia suka lama-lama di situ, tapi wkt pulang ke jkt bisa ketemu adiknya. Dia sudah bisa adaptasi, juga soal makanan!! (meskipun ngga bisa makan gudeg heheheh)

    Balas
  12. perubahan, jangan takut dan jangan dihindari bila memang harus terjadi.. Dan ini berlaku dalam konteks yang sangat luas.

    Balas
    • Wah Pak Suhadi, sudah lama tak muncul..:)

      Balas
  13. Bukankah sesuatu yang abadi adalah perubahan itu sendiri.
    Yang tergeragap mengikuti, hilang ditelan sejarah itu sendiri.

    Balas
    • Waw, bagus sekali kata-katamu Daniel!
      Aku sepakat bulat, perubahan adalah abadi!

      Balas
  14. Tanggap Lan Sasmito … jadi tidak hanya tanggap juga dibutuhkan sasmito ah bahasa apa lagi itu.
    menghadapi perubahan joyoboyo sudah mengingatkan:
    – ojo gumunan
    – Ojo Kagetan
    – Ojo Penginan
    pancen wolak-waliking jaman
    amenangi jaman edan
    ora edan ora kumanan
    sing waras padha nggagas
    wong tani padha ditaleni
    wong dora padha ura-ura
    beja-bejane sing lali,
    isih beja kang eling lan waspadha

    Balas
    • Akur, Mas:)

      Balas
  15. aku sendiri heran setelah perubahan perubahan di gulirkan kok masih terasa sama saja yah mas
    jaman telah berganti presiden pun udah berkali kali ganti tepi kenapa aku juga ndak pernah dapat kesempatan nyontreng atau nyoblos kecuali punya hahahaha
    untuk sebuah adaptasi dan perubahan pembawaan diri kita memang mestinya sangat cepat harus kita lakukan walau aku kadang kadang tidak responsible dalam beradaptasi namun selalu berusaha sehubungan aku tidak tinggal di suatu tempat secara terus menerus
    tapi adat saya masih lekat kok walau berbeda tempat dan berbeda pergaulan tetep ketok ndeso hahahaha
    gimana kabar perkembangan harapan terhadap generasi penerus ( anak )

    Balas
    • Tetap diusahakan Mas hahaha doakan :)

      Balas
  16. Kalau ada orang yang nggak mau berubah, nggak mau adaptasi lagi, dodol tuh namanya. Bisa dipastikan ia melihat dunia seperti dari dalam botol.
    Untung Mama-mu cekatan ngatasi anak macam kamu, antikemapanan kok di rumah sendiri. Becanda dot com. :D

    Balas
    • Setujubanget dot org!

      Balas
  17. terlebih untuk sisa 13 tahun kedepan, saya harus pandai-pandai beradaptasi dengan inflasi. Tinggi rendah inflasi mempengaruhi tingkat suku bunga, ujung-ujungnya apalagi kalau bukan cicilan rumah .. nah kalau sudah begini, zona nyaman itu yaa kemampuan adaptasi itu sendiri … pfuuhhh… setahun ini menikmati ditingkat 16.4 % (asemik gede banget!)

    Balas
    • Hehehehe, patokan saya kalau dalam hak seperti itu begini, “Saya berusaha, Tuhan menentukan” :)
      Jadi tak peduli mau 13 tahun atau seumur hidup, kalau saya berusaha maka saya akan lega mendapatkan hasil akhir, apapun itu:)

      Balas
  18. weleh2..
    kalo wis daftar di web itu dah langsung terdaftar.. ga perlu tunggu dikirim surat lagi…
    cek aja di web nya lagi.. di pilihan “CEK PENDAFTARAN”

    Balas
  19. Kalau sudah PW sama satu keadaan memang susah buat berpaling ke kondisi baru..

    Balas
    • PW? Bagi saya PW terbaik adalah bergerak terus:)

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.