Ada Apa Dengan TEMPO ?

5 Mei 2008 | Cetusan

TEMPO 5 - 11 Mei 2008
Apa yang membuatmu bersemangat menyambut hari senin ?
Salah satunya bagiku adalah karena aku akan mendapatkan majalah TEMPO edisi terbaru yang selalu terbit pada setiap awal pekan.
Berpuluh-puluh menit dari waktu yang ada pada hari Senin sudah saya pastikan akan terkorupsi untuk duduk di atas WC sembari mengupas laporan utamanya.
Tak hanya berhenti disitu, ketika kembali ke meja kerja, saya pun tak langsung bekerja akan tetapi memilih untuk membaca lanjutan isinya hingga benar-benar tuntas dan tandas sampai usai
membaca Catatan Pinggiran-nya GM yang terletak di halaman paling akhir.
Bagiku, dan saya yakin untuk kebanyakan orang, majalah TEMPO adalah majalah berita yang terutama di negeri ini yang mampu menghadirkan laporan berita begitu cerdas, cergas serta terpercaya.

Tapi hari Senin ini agak sedikit berbeda.
Bukan! Saya bukan sedang bicara tentang harganya yang kebetulan memang dinaikkan tepat hari ini dari yang semula Rp 22.500,00 per eksemplar menjadi Rp 24.700,00.
Bagi saya kenaikan harga memang sudah wajar sebagai dampak menghimpitnya keadaan perekonomian yang pada akhirnya menuntut efisiensi yang lebih tinggi di setiap perusahaan.
Sekali lagi, saya tak menyayangkan hal itu.
Akan tetapi justru yang sangat disayangkan adalah tentang penyusunan halaman yang morat-marit dan hilangnya halaman-halaman yang seharusnya ada pada edisi 5 – 11 Mei 2008 kali ini.

Yang pertama terdapat pada halaman 26, kolom OPINI.
Biasanya, kolom OPINI memiliki tiga sisi dan berisi setidaknya terdiri atas lima artikel.
Namun pada edisi ini, halaman 27 dan seterusnya hilang lalu tiba-tiba terdapat halaman 35 di sisi halaman 26 dengan artikel yang sudah berbeda.
Semula saya pikir mungkin saya hanya kehilangan beberapa lembar yang bisa saja terjadi sebagai cacat produksi, lalu saya pun sudah bersiap pergi ke loper untuk membeli yang baru lagi yang
mungkin lebih baik dari apa yang saya punya.

Tapi ketika saya lanjutkan membuka lembar demi lembar, kejanggalan terjadi lagi.
Hal itu terdapat pada halaman 42, kolom POLITIK. Seharusnya yang ada di sisi halaman 42 tentu adalah halaman 43, akan tetapi tiba-tiba halaman meloncat kembali ke halaman 35 dengan isi
sama persis dengan apa yang sebelumnya ada di halaman 35 tersebut.
Dengan kata lain, pada edisi kali ini, terdapat dua kali cetak untuk halaman 35 hingga 42.

Lalu yang ketiga terdapat pada halaman 90, kolom HUKUM. Dengan pola yang sama seperti dua kejadian di atas, tiba-tiba saja halaman sesudahnya adalah halaman 83 hingga 90 dengan isi yang
sama persis pula. Sesudah halaman 90, yang kedua, tiba-tiba halaman loncat lagi ke halaman 99.

Sejujurnya sampai saat ini saya masih bertanya-tanya apakah ini betul-betul hanya cacat produksi yang kebetulan saya dapatkan, atau memang keseluruhan majalah TEMPO edisi senin ini mengalami
hal yang serupa dengan apa yang saya alami.

Hingga saat ini saya masih menyimpan majalah tersebut.
Tak ada niatan maupun harapan untuk penggantian uang atau apapun, bagi saya itu terlalu berlebihan.
Yang justru lebih saya harapkan adalah adanya pengulangan cetak pada minggu berikutnya dengan materi yang sama dan merupakan revisi dari apa yang sekarang ada.
Meski mungkin untuk itu saya harus membayar lagi dengan tarif yang sama, bagi saya tak jadi soal karena saya memang sudah kadung gandrung dengan majalah yang satu ini terlebih materi laporan
utama pada edisi kali ini sungguh menarik yaitu tentang kisruh Ahmadiyah.

Saya memang cukup kecewa dan menyayangkan mengapa hal ini bisa terjadi. Setidaknya minat baca saya hari ini langsung redup melihat keadaan yang demikian ini.
Namun ya sudahlah, saya yakin dan percaya pihak TEMPO akan memetik banyak sekali pelajaran dari kejadian hari Senin ini dan edisi berikutnya hingga seterusnya saya pastikan saya akan tetap
menjadi pembaca setianya.

Maju terus untuk perubahan yang lebih baik, TEMPO!

Sebarluaskan!

10 Komentar

  1. Iya, tempo emang paling enak dibaca. Gatra lama-lama semakin gak mutu menurutku.

    Balas
  2. anu..saya kok tetep setia ama kompas ya..???
    om,gimana kabar gudeg dot net..???

    Balas
  3. Jadi inget waktu kuliah dulu. Saat majalah TEMPO naik harga, aku protes dan nulis email pada surat pembaca ke TEMPO.
    Siapa nyana, email dibalas langsung oleh BHM (saat itu masih Pemred), dan diberi langganan TEMPO gratis selama setahun. Huehehe!
    Tapi kalo soal halaman yang morat-marit, jangan harap kamu dapat TEMPO gratis, Don! Hihihi…

    Balas
  4. pas bgt…! kemaren sore gw lg di pasar Tebet liat majalah tempo jadi inget lu don…. baru pengen sms eh keburu dipanggil sama suami tersayang….

    Balas
  5. @ windy:
    Huaduh, liat TEMPO di Pasar Tebet, kok bisa inget Donny? Coba pastikan lagi, ndi, apa yang kamu liat di Pasar Tebet itu! Aku kok rada khawatir ya…

    Balas
  6. @DM: Hayah! Gretongan wae!
    @Windy:
    Aku kok ndak ngeliat esensi komentar kamu ya. Bole nggak komentarmu kuanggap hanya sebagai ungkapan betapa sudah merasuknya aku dalam setiap sisi hidupmu?
    Lha abisnya bener-bener membingungkan, apa kaitannya TEMPO dengan saya?

    Balas
  7. aduuh doon… ini cuma sebagai pengungkapan secara ga langsung klo kemana pun gw pergi lu selalu ada di hati gw… PUASSS SU… ?!!

    Balas
  8. Weks…
    Su? Supersemar? Susu? Susur? Sumpah Pemuda?
    atau SuDaniel? ahuahuahua

    Balas
  9. Nak aku tetep milih Kompas buat berita dan KR buat iklan-iklan. Dari dulu ga tertarik ma Tempo. Dijolke tukang koranmu ga iso po kuwi produk seng cacat ?

    Balas
  10. @EsCoret: kabar gudegnet baik-baik aja hehehe
    @Eddy: Lha aku ki tuku neng warung jhe, mbuh tur aku mau oleh laporan seko koncoku jarene TEMPO ne deweke ora keno opo-opo ki. Berarti memang apesku wae mungkin… Yo wes sesuk aku tuku meneh wae.
    Blai! Seket ewu entek dinggu tuku TEMPO satu edisi!

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.