Selain melahirkan blogger keren nan tampan yang buah tulisannya sedang kau baca saat ini, rahim tahun 1977 juga melahirkan album yang tak kalah kerennya, Festival Lagu Populer Nasional 1977. Album ini adalah rilis kelima dari festival yang sama, oleh karenanya dalam berbagai kesempatan, album ini disingkat sebagai FLPpN V/1977!
Sebenarnya ada sebuah album kompilasi Indonesia lainnya yang tak kalah keren di tahun yang super keren itu, LCLR judulnya, Prambors penyelenggaranya. Tapi biarlah itu kuulas nanti terpisah dari yang kali ini.
Ada banyak lagu keren di FLPpN V/1977.?Satu yang bisa dibilang menjadi ikon adalah Damai Tapi Gersang-nya Adjie Bandi. Saking terkenalnya, meski hanya menduduki posisi nomer dua pada festival ini, lagu yang dibawakan bersama Hetty Koes Endang ini menyabet penghargaan di sebuah festival lagu internasional di Tokyo, Jepang.
Damai Tapi Gersang memang berkarakter sekali. Lirik, musik dan irama yang ditawarkan seniman kelahiran Blitar ini sangat berkelas. Tak ayal kalau majalah Rolling Stones Indonesia menobatkan lagu tersebut pada urutan 53 dari 150 lagu terbaik sepanjang masa.
Adjie Bandi yang memiliki referensi musik klasik ini juga membawakan Kehidupan, yang tak kalah menariknya dan terasa betul nafas Deep Purple di dalamnya.
Soemarini Soerjosoemarno atau yang lebih dikenal sebagai Marini membawakan Pengabdian Tiada Akhir dan Semusim Lalu. Dua lagu karya Anggrian Soekamto ini kuamati sangat menarik dari sisi lirik. Untaiannya berbunga-bunga mengingatkan lagu-lagu yang lebih lawas terbit pada dekade atau dua dekade sebelumnya.
Keenan Nasution, vokalis Gang Pegangsaan seolah menjadi pembeda dalam album ini. Di Batas Angan-angan dibawakan dengan sentuhan vokalnya yang khas; tak dibuat-buat dan sesekali memainkan falsetto. Keenan memberikan sentuhan progresif yang menurutku lantas menjadi ciri khas dalam musik bersama rekan-rekan segang-nya, Chrisye, Fariz RM dan lain-lain.
Yang menarik, dalam lagu tersebut, ada penggalan syair bahasa Jepang yang dibawakan yang mengingatkanku pada lagu Sakura versi aslinya Fariz RM.
Keunikan Keenan tak berhenti di situ. Pada ajang festival lainnya di tahun itu yang kusinggung di atas, ia juga masuk dalam kompilasi album LCLR bikinan Prambors.
Rizal, Helmi dan Irwan, dalam album ini membawakan Hari Yang Indah. Lagu yang benar-benar indah ini besutan Chandra Darusman, orang yang lantas bersama-sama trio tersebut menyanyikan lagu legenda, Pemuda setelah mereka bersama tiga rekan lainnya Aswin Sastrowardoyo, Edwin Hudioro, Norman Sonisontani membentuk Chaseiro.
Lagu yang menurutku agak ?off? dibanding lagu lainnya adalah Queen of the Rain yang dibawakan oleh Parwati Kramadibrata.
Mungkin ini subyektif, tapi bagiku menyanyikan lagu berbahasa asing itu menuntut penguasaan terutama dalam pengucapan kata per kata secara tepat karena kalau tidak, pesan yang disampaikan oleh lagu jadi tak terlalu tersampaikan dengan baik.
Ada pula dua trio yang menghiasi lagu itu. Pertama adalah Hutahuruk Sisters yang membawakan Sadarilah Sayang dan yang kedua adalah Lex?s Trio yang mengusung Bila Cengkeh Berbunga, lagu yang paling kusukai di album ini.
Lagu karya Domingus Tahitu, ayah dari Ello dan suami dari almh. Diana Nasution ini berhasil menjadi juara dalam festival itu.
Bagiku lagu Bila Cengkeh Berbunga ini memiliki konstruksi nada dan penekanan yang tersusun sangat rapi didukung oleh kualitas suara tiga putri pak Alex Tetelepta yaitu Agustina, Yuliaty, dan Estherlina.
Yang juga tak kalah uniknya adalah penggunaan ?cengkeh? sebagai judul. Coba simak lirik berikut:
Kau berjanji
bila cengkeh berbunga
saat itu
kau akan kembali kepadanya
untuk memetiknya
Indah sekali bukan? Lirik yang begitu jujur dan membangkitkan rasa ?kedaerahan? atau setidaknya nasionalisme tanpa harus meminjam istilah-istilah asing khas Amerika atau Inggris, Jepang dan bukan juga Korea seperti yang ngetop belakangan.
Penggunaan istilah khas Indonesia seperti yang dilakukan Dominggus dalam lagu ini mengingatkanku pada Kembang Pete-nya Iwan Fals, Setangkai Anggrek Bulan-nya Muchsin Alatas dan Titiek Sandhora serta kalau yang lebih baru lagi dan mungkin kalian tidak sadar adalah briliannya seorang Katon Bagaskara menulis lirik ?Bulan merah jambu?? dalam Tak bisa Pindah ke lain hati.
Kapan lagi ya kita punya lirik-lirik orisinil nan Indonesia seperti masa lalu?
Lagu lama membangkitkan kenangan. Lagu lama syairnya keren.