7PT ? Kenapa hanya anggur asam? (5 dari 7 tulisan)

1 Apr 2015 | Cetusan, Tujuh pesan terakhir

blog_7pt

Mulai hari ini hingga Jumat Agung, 3 April 2015 mendatang, setiap hari aku akan memuat materi permenungan yang pernah kusampaikan pada acara Persekutuan Doa Katolik Karismatik Epiphany Sydney, 14 Maret 2015 yang lalu.

Di atas mimbar waktu itu aku terlanjur janji untuk mengunggah seluruh materi secara online sementara keesokan paginya aku harus pulang ke Indonesia mendadak untuk berjumpa dengan Mama yang sakit keras.

Materi kubagi dalam tujuh tulisan sesuai judul pengajaranku saat itu ?Toedjoeh Pesan Terachir? (7PT).

5. Yoh 19:28 “Aku haus!”

Sisi manusia Yesus tampak ketika Ia berujar, ?Aku haus!? dan itu menjadi pesan kelimaNya.

Secara fisik, Yesus tentu teramat sangat lelah. Sejak malam sebelumnya Ia tidak dilaporkan tidur barang sedetik pun.

Setelah mengikuti perjamuan terakhir dengan para murid, Ia pergi ke Getsmani untuk berdoa. Tak seberapa lama kemudian Ia ditangkap. Dibawa ke rumah Hanas dan Kayafas untuk diadili hingga semalam-malaman lalu berlanjut ke kediaman Pilatus. Setelah diputus untuk disalib, Ia pun harus memanggul salib hingga ke Golgota lalu digantung tiga jam lamanya!

Anggur asam, anggur kelas rendah pun diberikan oleh para prajurit untuk disesap Yesus. Secara alkitabiah, hal ini adalah penggenapan dari apa yang tertulis dalam Mazmur 69:21 ?? dan pada waktu aku haus, mereka memberi aku minum anggur asam.?

Tapi dari sisi lainnya, kenapa prajurit itu memberi anggur asam?
Kenapa ia tak memberikan anggur yang lebih baik?
Dan? kenapa pula ia tergerak untuk memberi?

Pikiranku melayang ke masa lalu.
Aku punya teman, sesama alumni SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Waktu masih SMA, ia terkenal sebagai orang yang pelitnya minta ampun!

Sepuluh tahun, kira-kira, setelah terakhir kami bertemu saat lulus SMA, aku semobil dengannya. Melewati sebuah perempatan besar di Jogja, pintunya diketok seorang pengemis.

Aku cuek dan tak punya intensi untuk memberi sedangkan dia buru-buru merogoh saku celana, lalu memberikan uang itu ke pengemis. Tau jumlahnya? selembar seratus ribu rupiah.

?Hah? Gendheng kowe (Gila – jw)!?
?Lah kenapa??
?Itu duit seratus ribu, kenapa kamu kasih ke pengemis? Mending buat makan kita malam ini!?

?Lha aku nggak tahu! Aku cuma merogoh kantong lalu yang keluar uang yang ratusan ribu, ya itu yang kuberikan ke dia!?

Aku geleng-geleng kepala. Bagiku dia tak lebih dari seorang yang gila! Beberapa saat sesudahnya aku baru tahu kebiasaannya itu. Dalam memberi, prinsipnya mudah, ia mengambil uang dari saku atau dompet, uang pertama yang disentuhnya, itulah yang ia berikan tak peduli berapa angka nominalnya!

Tapi peristiwa itu lantas kurenungi sekian lama sesudahnya. Aku mencoba membandingkan diriku dengan temanku tadi.

Setahuku, aku tak pernah dikenal sebagai orang yang pelit tapi aku menganggap diriku sebagai orang yang perhitungan! Aku royal kepada kawan-kawanku. Ke restoran, aku yang bayar, ke kafe, aku yang ongkosi, tapi perhitunganku waktu itu, setiap ?keroyalan? yang kuberi, harus berbalik menjadi ?loyalitas? mereka kepadaku.

Ketika harus memberikan sedekah untuk pengemis? Aku memang akan merogoh uang dari kantong celanaku, tapi sebelumnya sudah kupastikan bahwa hanya ada recehan di saku itu!

Saudara-saudara, meski tak kan pernah bisa diperbandingkan, tapi kira-kira Tuhan dalam konteks memberi, lebih ada di sisiku atau sisi kawanku tadi?

Menurutku, Ia lebih seperti kawanku.
Ia memberikan kita segalanya, kehidupan, keindahan dunia, keluarga, rejeki, umur, posisi dan jabatan tanpa melihat siapa kita. Tapi kemudian, saat Ia merintih dan minta air untuk diminum, apa yang kita beri dan kembalikan kepadaNya?

Anggur asam, tak lebih!
Anggur kelas teri yang kita cucukkan dengan bunga karang ke mulutNya yang kering, berdebu dan berdarah karena siksaan dan deraan.

Prajurit yang memberi Yesus anggur asam itu bisa jadi telah memberikan yang baik karena minuman yang mungkin tersedia di situ hanyalah anggur asam, tak lebih.

Tapi bisa jadi pula prajurit itu tak melakukan yang benar-benar terbaik! Barangkali Ia seharusnya bisa meminta sedikit anggur yang lebih baik dari botol yang dibawa kepala prajuritnya, atau sekadar lari sebentar ke pemukiman (konon jarak Golgota dengan gerbang rumah Pilatus hanyalah 1,.5 km saja) lalu kembali untuk memberikannya ke Yesus atau gimanalah, pokoknya harus bisa dan sebisa-bisanya daripara sekadar memberikan anggur asam!

Ketika Tuhan meminta, berikanlah yang terbaik.?Menakar yang terbaik itu seperti apa? Entah bagi kalian, tapi bagiku pokoknya yang belum pernah kuberikan sebelumnya, sesuatu yang tidak seadanya, tidak dalam batas-batas kapasitas yang kita tahu dan kita pernah lampaui. Sesuatu yang ekstrim yang berprinsip ?Pokoknya harus bisa dan sebisa-bisanyanya!?

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.