Mulai hari ini hingga Jumat Agung, 3 April 2015 mendatang, setiap hari aku akan memuat materi permenungan yang pernah kusampaikan pada acara Persekutuan Doa Katolik Karismatik Epiphany Sydney, 14 Maret 2015 yang lalu.
Di atas mimbar waktu itu aku terlanjur janji untuk mengunggah seluruh materi secara online sementara keesokan paginya aku harus pulang ke Indonesia mendadak untuk berjumpa dengan Mama yang sakit keras.
Materi kubagi dalam tujuh tulisan sesuai judul pengajaranku saat itu ?Toedjoeh Pesan Terachir? (7PT).
3. Yoh 19:26-27 ?Ibu, inilah, anakmu!? dan ?Inilah ibumu!?
Tentu aku tak sendirian ketika bercerita bahwa ada beberapa orang dari gereja lain sering bertanya, ?Kenapa dalam Katholik, Maria itu sangat dihormati keberadaannya??
Dalam tataran yang lebih lugas, tak jarang ada juga yang bertanya, ?Kenapa kalian (gereja Katholik) menyembah Maria??
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, yang biasa menjadi jawaban kita biasanya adalah, ?Kami tak menyembah Maria. Kami berdoa lewat perantaraan Bunda Maria?
Lalu mereka biasanya juga sudah siap dengan timpalan berikut ?Kenapa harus lewat perantara? Kenapa tak langsung ke Yesus saja??
Tak kalah gesitnya, kita berkelit, ?Lho, kalian tahu kan waktu peristiwa pengubahan anggur di pernikahan Kana, Maria yang meminta ke Yesus supaya diadakan mukjizat!?
Sampai di situ biasanya sudah tak terlalu menarik lagi karena mereka akan loncat ke soal kitab Wahyu 12, tentang perempuan bersayap burung nasar dan berujung pada debat kusir yang tak mengenal ujung. Membosankan? Iya!
Nah, jadi ketimbang mengulang-ulang pola debat seperti itu, mari kita tenang sejenak mencermati pesan ketiga Yesus di atas kayu salib; sesuatu yang semoga membawa pencerahan dalam perspektif yang lebih menenangkan tentang bagaimana kita sebaiknya dan seharusnya menempatkan Bunda Maria dalam kesatuannya dengan iman kita terhadap anak tunggalnya, Yesus.
Pesan ketiga Yesus ini sebenarnya terdiri dari dua pesan yang disampaikan secara berurutan dan saling berkaitan.
?Ibu, inilah anakmu!? dan ?(Anak), inilah ibumu!?
Pesan pertama disampaikan kepada Maria, dan pesan kedua disampaikan kepada Yohanes, murid yang dikasihiNya. Kedua orang itu setia menemani Yesus di bawah kayu salib, menyaksikan dengan seksama dan tabah penderitaan, siksaan serta deraan yang diterima Yesus.
Yesus sangat mencintai Maria, ibuNya, di sisi lain Ia juga sangat mengasihi murid-muridNya. Kedua pesan tadi disatukan oleh Yesus untuk menautkan cinta antar keduanya, Maria dan murid sebagai sebuah hubungan yang baru.
Hubungan yang bukan lagi ?Maria adalah ibu guruku, Yesus? dari sisi murid dan ?Mereka adalah murid-murid anakku, Yesus? dari sisi Maria, melainkan ?Maria adalah ibuku? dan ?Mereka adalah anakku!?
Lalu bagaimana dengan kita?
Sebagai orang yang dibaptis dalam Gereja Katolik, kita sadar bahwa kita bukan lagi bagian terpisah dari Yesus, kita adalah murid-murid yang dikasihiNya. Sebagaimana layaknya Yohanes yang dikasihiNya, kitapun diinginkan Yesus untuk menerima Maria sebagai ibu kita seperti Ia juga telah meminta Maria untuk menjadikan kita sebagai anaknya.
Tapi kenyataannya, apakah kita menerima Maria di dalam rumah kita? Di dalam batin kita atau justru sebaliknya, menganggapnya tak penting dan justru kadang kita anggap sebagai penghalang romantisme kita dengan anaknya, Yesus?
Dalam pekan suci ini, mari sejenak membayangkan diri menjadi sosok Maria yang resah melihat anak tunggalnya mengalami penderitaan hingga kematian. Ia pasti ingin membela ketika di muka umum Yesus ditampar dan diolok-olok, difitnah dan dicampakkan.
Ia pasti ingin menolong sekuat tenaga ketika Yesus terjatuh-jatuh dalam memanggul salibNya ke Golgota dan Ia barangkali sudah tak punya daya apa-apa lagi dan tak tahu harus berbuat apa melihat Anak yang dilahirkan, diasuh dan dibesarkannya digantung di kayu salib di hadapannya hingga wafat.
Tapi dalam ketidakberdayaannya menyaksikan semuanya itu, adakah kita mampu melihat betapa Tuhan memiliki rencana terhadap diri Maria? Dengan kerelaan dan keikhlasannya, bisakah kita melihat sifat keibuannya yang mengemuka?
Aku ingin menutup permenungan ini dengan quote yang pernah disampaikan oleh Santo Pius X (Paus) dalam ensikliknya yang terkenal Ad diem illum Laetissimum dan disampaikan pada 2 Februari 1904.
Demikian ia berkata,
Bukankah Maria adalah Bunda Yesus? Oleh karena itu ia adalah bunda kita juga?.
Maria yang mengandung Sang Juruselamat dalam rahimnya, dapat dikatakan juga mengandung mereka yang hidupnya terkandung di dalam hidup Sang Juruselamat.
Karenanya, kita semua ? telah dilahirkan dari rahim Maria sebagai tubuh yang bersatu dengan kepalanya. Oleh karena itu, dalam pengertian rohani dan mistik, kita disebut sebagai anak-anak Maria, dan ia adalah Bunda kita semua.
0 Komentar