7PT ? Ia tidak hadir sebagai pengecut! (6 dari 7 tulisan)

2 Apr 2015 | Cetusan, Tujuh pesan terakhir

blog_7pt

Mulai hari ini hingga Jumat Agung, 3 April 2015 mendatang, setiap hari aku akan memuat materi permenungan yang pernah kusampaikan pada acara Persekutuan Doa Katolik Karismatik Epiphany Sydney, 14 Maret 2015 yang lalu.

Di atas mimbar waktu itu aku terlanjur janji untuk mengunggah seluruh materi secara online sementara keesokan paginya aku harus pulang ke Indonesia mendadak untuk berjumpa dengan Mama yang sakit keras.

Materi kubagi dalam tujuh tulisan sesuai judul pengajaranku saat itu ?Toedjoeh Pesan Terachir? (7PT).

6. Luk 23:46 ?Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku.?

Kesan terkuat yang berhasil kutangkap dari pesan keenam Yesus itu adalah soal bagaimana kita seharusnya memanage kebebasan/free will kita.

Secara alami, Tuhan memberikan kita kebebasan untuk berkehendak. Ia menghormati apapun keputusan kita untuk menggunakannya. Tapi lantas pertanyaannya adakah kemungkinan lain yang lebih baik yang bisa kita lakukan untuk menggunakan kehendak bebas itu selain tetap berada dalam kuasaNya hingga akhir hidup kita tiba?

Beberapa malam lalu aku merenungi benar ungkapan penyerahan nyawa kepada Tuhan ini.?Pengalaman hidup di negara sekuler seperti Australia pada tujuh tahun terakhir ini mengajariku bahwa tak semua orang sini percaya akan adanya kehidupan kekal setelah mati. Mereka yang berpandangan seperti itu biasanya adalah dari kalangan yang tak mempercayai adanya Tuhan.

Suatu waktu aku pernah bertanya pada salah satu dari mereka, “Kalau kamu tak percaya ada kehidupan kekal, lalu bagaimana pemahamanmu tentang kematian?”

Dengan santai dia menjawab, “Ya seperti halnya kamu mematikan komputer.”

“Maksudnya?”
“Mati! Ya sudah… mati begitu saja, nggak perlu ada kelanjutannya…”

Aku tidak bingung dengan penjelasannya karena memang secara nalar kehidupan setelah mati adalah sesuatu yang khayal. Ia tak bisa dimengerti dengan segala jenis keilmuan yang kita pelajari di dunia ini. Pengetahuan agama pun, menurutku, hanya sanggup membuat kita tenang sejenak tapi ketika kita sadari kian tua dan kematian mau-tak-mau makin dekat, kadang agama yang hanya didalamai lewat ‘pengetahuan’ pun tak kedap akan ketakutan kita!

“Lalu kalau kamu percaya ada kehidupan setelah mati?” tanya kawanku tadi.
“Percaya!” tegasku.

Kawanku tadi menyeringai, “Buktinya?”
“Ada. Mau?”

“Yup”
“Matilah sekarang, dan kamu akan membuktikannya hahahaha….”

Kini giliran kawanku yang nyengir. Percakapan kami memang tak pernah nyambung kalau menyoal iman karena ia membatasi jalan pikirnya hanya pada nalar, sedangkan aku, dengan segala kelemahanku memilih untuk membuka lebar-lebar kemungkinan-kemungkinan lain yang tak bisa terfasilitasi dengan akal.

Pernyataan penyerahan diri Yesus ke tangan BapaNya adalah petunjuk ada kehidupan lanjutan, kehidupan baru setelah mati di dunia ini, ada suatu keberlanjutan. Seperti halnya kalian meminjam buku dari seorang kawan, kemudian ketika saatnya mengembalikan tiba, buku itu kalian berikan kepada yang memiliki. Buku itu tak lalu berakhir sampai saat ia diserahkan darimu ke temanmu, tapi ia, si buku tadi, berkelanjutan bahkan lebih baik dari sebelumnya karena ia kembali pada yang empunya. Analogi dan pemahaman ini tentu tak bisa masuk ke dalam akal kawanku tadi, karena baginya, ketika buku atau nyawa sudah selesai kita pakai, ia harus dibuang dan dimusnahkan.

Penyerahan diri Yesus sekaligus juga adalah penutup yang indah dan jawaban kesetiaan Yesus akan kehendak Bapa atas diriNya; bukan kehendakNya sendiri. Kalian tentu masih ingat dengan pernyataanNya di Taman Getsmani malam sebelumnya, ?Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.? (Mat 26:36). Yesus begitu percaya akan rencana BapaNya, oleh karenanya Ia tak ragu lagi untuk menyerahkan yang paling berharga dariNya, nyawa, ke dalam tanganNya.

Padahal, kalau mau dinalar, Yesus, dengan segala kuasa yang diberikan Bapa kepadaNya, bisa saja berbuat sesuatu yang membebaskan diriNya dari kayu salib dan melenyapkan semua luka-lukaNya. Mungkin Ia bisa terbang ataupun menghilang. Tapi Yesus bukanlah sepengecut itu! Ia sadar benar garis besar tugas pelayananNya di dunia ini. Ia hadir untuk membawa satu perubahan ekstrim; menyelamatkan manusia dari dosa dengan mengorbankan nyawaNya. Untuk itu, Ia menyerahkan segalaNya termasuk kehendak dan nyawaNya kepada BapaNya.

Bagaimana dengan kita?
Akankah kita mau menyerahkan kebebasan kita untuk melakukan segala sesuatunya dalam kesehakekatan dengan Bapa?

Atau sebaliknya, memanfaatkan semaksimal mungkin kebebasan itu dan tak peduli lagi bahkan meninggalkan kehendak Bapa?

Apa sangkamu kalau bisa benar-benar demikian lantas kehendakmulah yang pasti akan terjadi dan bukan kehendakNya?

Selamat merayakan Kamis Putih!

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.