Salah satu gegar budaya yang kuhadapi ketika pertama kali pindah ke Sydney, 5.5 tahun silam adalah soal jam buka-tutup toko. Di Indonesia, rata-rata kota memiliki jam buka-tutup toko antara pukul 10 pagi hingga 9 malam, tapi di sini waktu itu toko buka jam 10 pagi dan tutup jam 6 sore, malah di hari minggu, mereka tutup hanya sampai jam 5 sore saja.
Jadi, jangan bayangkan suasana di sini jam 12 malam, karena jam 7 sore pun kalau kalian keluar paling hanya berpapasan dengan satu-dua mobil dan beberapa gelintir bus yang mengangkut penumpang yang dalam status ?pulang kemalaman?. Satu-satunya tempat yang masih membuka layanan hingga larut hanyalah pompa bensin dan satu-dua gerai restoran cepat saji ala Amerika.
Tapi kata istriku kalau dibandingkan dengan keadaan Australia era 90-an, hal itu sudah jauh mendingan.
?Jaman dulu kalau weekend semua toko dan restaurant nggak ada yang buka!? tuturnya.
?Walah, kalau gitu weekend pada kemana dong??
?Weekend ya outting entah itu ke pantai, bukit atau kalau nggak ya di rumah saja, masak, ngumpul bareng teman-teman!?
Aku lantas membayangkan betapa akan membosankannya kalau demikian.
Tapi untunglah, semakin kemari, meski kebanyakan toko tetap tutup jam 6 sore tapi mulai ada yang memperpanjang waktu bukanya hingga jam 9 atau bahkan, ini sangat mengejutkan terjadi beberapa tahun belakangan, ada sebuah pusat retail yang berani buka selama 24 jam!
Hal itu tampaknya membuat ?panas? kompetitor sesama pusat retail. Dari yang semula hanya buka hingga jam 6 sore, ia memperpanjang waktu buka hingga jam 10 malam.
Yang lebih mengejutkan dan kadang masih tak masuk akal adalah beberapa pengusaha pusat kebugaran membuka tempat usahanya selama 24 jam pula!
Gejala apakah ini, aku tak tahu benar tapi yang lebih bisa dipastikan, kendala untuk mendapatkan orang yang mau menggaji dan digaji overtime (istilah untuk mereka yang kerja di luar jam kerja normal perkantoran) sudah teratasi dengan baik.
Sebagai tambahan informasi untuk kalian, sebuah perusahaan yang mempekerjakan pegawai di luar jam kerja diharuskan menggaji mereka dengan perhitungan tersendiri yang lebih besar dan tentu memberatkan keuangan perusahaan. Sementara di sisi lain, mencari orang yang mau kerja setelah jam kerja formal selesai, lima tahun silam juga bukan hal yang mudah.
Hal lain yang bisa kukemukakan di sini meski masih di tahap menebak, semakin banyaknya imigran yang datang ke Australia sedikit banyak telah mampu mengubah budaya yang sebelumnya ada. Adanya banyak permintaan untuk membuka tempat usaha lebih lama dari yang biasanya, terbaca oleh para pengusaha bukan lagi sebagai ancaman karena harus membayar gaji karyawan lebih, tapi justru dianggap sebagai hal yang berpotensi mendatangkan keuntungan dan ini menarik!
Melihat fenomena itu aku jadi ingat Jogja pada akhir 90an hingga awal 2000an ketika bisnis warnet begitu marak. Pada saat jumlah mereka masih sedikit jam buka mereka pun hanya dari jam 10 pagi dan tutup jam 9 malam, namun ketika jumlah mereka merebak dan keuntungan yang dirasakan makin berlipat ketika mereka buka lebih lama, tak ada alasan lagi bagi mereka untuk buka hingga larut bahkan kalau perlu 24 jam kecuali tutup karena alasan pemeliharaan atau kalau enggak ya bangkrut.
Hidup ini memang soal perlombaan untuk melakukan apa yang terbaik yang bisa dilakukan. Batasan jam yang sekian lama telah kita kelompok-kelompokkan sebagai waktu untuk bekerja dan berstirahat pun telah didobrak hingga menembus batas paling maksimal yaitu 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.
Jadi kalau kalian sekarang pergi ke Sydney dan berkeliling kota di malam hari, kalau cuma sepuluh atau dua puluh mobil yang dipapasi di jalan itu sudah wajar dan bahkan jangan heran kalau malam-malam kalian menemui segelintir orang masih berlari di atas treadmill yang ada di pusat-pusat kebugaran dan tampak dari kaca seolah mengajakmu juga untuk berolah raga seperti mereka meski waktu telah menunjuk pukul 12 malam…
ya aku merasa heran juga dengan kehidupan “perkotaan” seperti itu waktu pergi ke Belanda (Eropa) mereka tutup cepat sehingga aku merasa, kok Jakarta jauh lebih “kota” jika ukurannya pertokoaan dan rumah makan.
Di Jepang dept store buka sampai jam 9. Drugstore jam 10 malam. Tapi setelah 20 tahun tinggal di sini mulai ada beberapa supermarket yang buka 24 jam, tentu selain convinience store yang buka 24 jam. Karaoke/Warnet buka sampai jam 4-5 pagi, sering dipakai sebagai tempat menunggu kereta mulai jalan lagi. Gejala fitness centre 24 jam juga berlaku di sini sekarang. Intinya, semakin sulit berbisnis :)
Uang lembur pegawai di sini murah, dan pada level (manager ke atas) tertentu lembur tidak lagi dibayar. Tapi semua tetap lembur karena memang pekerjaannya tidak selesai tanpa lembur. Kehidupan keras di sini :)
Hahaha aku suka dengan kalimat terakhirmu, “Kehidupan keras di sini” :) Give ’em hell! :))
kelingan dulu pas awal-awal ke sana, dirimu pernah bilang nek rada “kancilen” di sana karena ndak ada tempat nongkrong yang buka sampai pagi seperti di Jogja :D
Iya jhe heheh tapi ya sejatinya ada ‘kerjasama’ antara nafsu keluar malam yang makin redup karena berkeluarga dengan kecenderungan toko2 di sini yang tutup terlalu sore…
Jadi enakan di Indonesia..banyak yang buka 24 Jam karena gaji murah..thanks informasinya
Ya semua tempat sebenarnya ada enak dan ada tak enaknya kok :)